Denpasar (bisnisbali.com) – Perkembangan teknologi digital menjadi salah satu jawaban agar manusia bisa tetap beraktivitas meskipun tak saling bertatap muka di tengah pandemi Covid-19. Kegiatan di berbagai sektor menggunakan digitalisasi termasuk jasa keuangan. Bank Indonesia mencatat transaksi perbankan melalui SMS, ponsel, dan internet banking meningkat Rp39,87 triliun pada 2021 atau 44,74 persen dibandingkan pada 2020.
Pemerintah juga terus mendorong sektor jasa keuangan melakukan transformasi digital yang dipercaya memberikan keuntungan baik bagi nasabah maupun perbankan. Dengan melakukan transformasi digital, dilansir dari antara di Denpasar, Selasa (26/7), perbankan dapat memberikan layanan seperti penyimpanan, investasi, penyaluran kredit, dan pembayaran asuransi yang lebih efisien kepada nasabah.
Di samping itu, nasabah juga mendapatkan kemudahan dalam menerima layanan seperti transfer, pengelolaan keuangan, pembayaran e-commerce, dan pemesanan tiket transportasi serta penginapan. Secara operasional, dengan melakukan transformasi digital, perbankan menjadi lebih terbuka dan gesit. Pendapatan dari pelanggan juga dapat meningkat dengan keberadaan penawaran-penawaran baru, apalagi jika perbankan berhasil menciptakan ekosistem digital.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun terus mengakomodasi digitalisasi sektor jasa keuangan termasuk perbankan dengan menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 12 Tahun 2021 tentang Bank Umum dan POJK Nomor 13 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Produk Bank Umum. Di samping itu, OJK juga sudah menerbitkan peta jalan dan cetak biru digitalisasi perbankan untuk mendorong lebih lanjut prosesnya.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) pada 2022 menargetkan akan membangun 5.623 base transceiver station (BTS) untuk menyediakan jaringan internet 4G di desa dan kelurahan di seluruh wilayah Indonesia.
Hingga saat ini sekitar 26,2 persen atau 1.418 BTS dari target tersebut telah terbangun, dengan rincian 1.037 BTS dibangun di desa atau kelurahan di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) dan 381 BTS dibangun di wilayah non 3T.
Selain terkait perluasan cakupan, keamanan data juga menjadi perhatian perbankan yang harus memelihara kepercayaan nasabah agar bersedia terus menggunakan layanan perbankan digital. Pasalnya transformasi digital yang memberikan kemudahan bagi nasabah dalam mengakses layanan perbankan, juga memiliki bahaya dan risiko sehingga diperlukan payung hukum untuk melindungi pengguna teknologi digital.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Pingkan Audrine Kosijungan mengatakan, di tengah proses transformasi digital berbagai sektor, perlindungan yang mesti diberikan pada masyarakat atau konsumen tidak semata mencakup perlindungan konsumen dalam sebuah lanskap ekonomi digital, namun juga perlindungan kebebasan sipil dalam sistem demokrasi yang membalut perekonomian tersebut.
“Baik pelaku usaha, regulator, maupun konsumen harus mengetahui peran, hak, dan kewajiban mereka masing-masing dalam melakukan transaksi digital dan bagaimana menyikapi kasus pelanggaran hak konsumen,” ujarnya.
Berdasarkan penelitian, meskipun UU PK secara umum telah menjabarkan hak-hak konsumen, UU ini masih belum mengakomodasi hak-hak konsumen dalam transaksi digital sebab beberapa ketentuan terkait transaksi digital belum dibahas secara memadai. Revisi dibutuhkan untuk menjawab berbagai perkembangan dalam transformasi digital.
Di sisi lain, kebijakan Kominfo yang mewajibkan perusahaan Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) mendaftar kepada pemerintah merupakan salah satu kebijakan kunci untuk memperkuat perlindungan data masyarakat di ruang digital. Selain untuk memastikan masyarakat aman dari tindakan sewenang-wenang PSE yang tidak terdaftar, aturan ini juga dapat berkontribusi pada pendapatan negara melalui perpajakan. Kewajiban pendaftaran PSE ini juga menjadi upaya awal melindungi masyarakat dari penyalahgunaan dan komersialisasi data-data pribadi yang konsumen masukan saat melakukan pendaftaran. *rah