Denpasar (bisnisbali.com) – Pemerintah perlu terus menjaga distribusi bahan kebutuhan pokok masyarakat untuk mencegah inflasi terlalu tinggi. “Kita mungkin juga perlu neraca ketersediaan barang kebutuhan pokok (bapok) terutama di setiap daerah sehingga daerah-daerah yang surplus bisa segera diidentifikasi, demikian juga daerah yang defisit,” kata Kepala Ekonom David Sumual, Senin (18/7).
Dengan neraca tersebut, daerah yang mengalami surplus bahan pokok bisa segera mendistribusikan komoditas kepada daerah yang mengalami defisit. “Jadi perlu ada pemantauan terus-menerus terhadap ketersediaan pasokan di berbagai daerah sehingga bisa saling koordinasi untuk memenuhi kebutuhan antardaerah,” ucapnya.
Ke depan produsen juga diprediksi akan menyalurkan kenaikan harga di tingkat produsen secara gradual kepada konsumen. Pada kuartal I 2022 Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat indeks harga produsen (IHP) meningkat 9,06 persen year on year, sementara indeks harga konsumen baru meningkat atau mengalami inflasi 4,35 persen year on year pada Juni 2022. “Kalau di tingkat konsumen memang belum naik sesuai kenaikan harga inputnya, jadi pelan-pelan memang di beberapa sektor sudah mulai menaikkan harga tapi secara gradual,” katanya.
Ia memperkirakan inflasi harga di tingkat konsumen akan mencapai sekitar 5 persen secara tahunan sampai akhir 2022. Untuk mengantisipasi inflasi, Bank Indonesia diperkirakan akan memperketat likuiditas dengan meningkatkan suku bunga acuan BI 7 Days Reverse Repo Rate berkisar 75 basis poin (bps) hingga 175 bps sampai akhir 2022. “Pada Juli ini, The Fed mungkin akan menaikkan suku bunga acuannya lagi sebesar 75 bps sampai 100 bps dan kita mungkin akan mulai menaikkan suku bunga acuan di bulan ini,” ucapnya.
Sebelumnya, Kementan akan menggandeng Kemendag dalam mengintervensi pasar agar fluktuasi harga kebutuhan pokok atau sembako tidak terlalu tinggi. Mentan Syahrul Yasin Limpo mengatakan, selama ini sistem logistik dan pengaturan pasar itu sepenuhnya dilakukan oleh pemerintah daerah. “Pengaturannya (logistik) sudah cukup bagus, tetapi kami bersama Kemendag akan mengintervensi langsung. Fluktuasi harga itu berarti logistik dan sistem suplai di mana semuanya harus dikendalikan,” ujar Syahrul Yasin Limpo.
Di beberapa penghasil cabai di Sulawesi Selatan stoknya mencukupi. Namun tetap terjadi disparitas harga antara pasar satu dan lainnya. Ia sendiri menilai jika situasi itu membuat distribusi komoditas tidak merata ke pasar-pasar yang tersebar di beberapa wilayah seperti di Kota Makassar maupun daerah lainnya di Indonesia.
Meski kemudian produksi komoditas seperti cabai cukup banyak, kata Mentan, namun pola distribusi yang tidak merata membuat fluktuasi harga yang cukup tinggi. “Kita akan kerja sama dengan Kemendag dan paling penting adalah pemda betul-betul mengatur sistem logistik yang ada. Artinya dari daerah produksi masuk ke pasar harus dikendalikan dengan baik,” kata Syahrul Yasin Limpo.
Ia menilai, beberapa faktor lainnya yang membuat fluktuasi harga karena adanya keterlambatan dalam suplai komoditas, seperti cabai dan bawang. “Neraca produksi, misalkan cabai. Neraca kita di beberapa tempat itu ada yang delay karena musim, dan itulah dinamika pertanian,” ucap Syahrul Yasin Limpo. *rah