Denpasar (bisnisbali.com) –Di tengah harga minyak mentah global yang terus bertahan di atas 120 dolar AS per barel, pemerintah dan Pertamina masih konsisten mempertahankan harga BBM jenis solar dan pertalite serta elpiji 3 kg tidak naik. Pemerintah masih memberikan subsidi terhadap harga jual BBM dalam negeri demi menjaga daya beli masyarakat.
Direktur Riset Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Berly Martawardaya saat dihubungi Bisnis Bali menyampaikan, secara prinsip yang disubsidi lebih baik orang yang membutuhkan, alias rendah status sosial ekonominya. “Komsumsi BBM, semakin kaya biasanya makin banyak miliki dan gunakan kendaraan bermotor,” katanya.
Berly mengingatkan bahwa salah satu kebijakan besar Presiden Jokowi setelah tepilih adalah alihkan subsidi BBM untuk infrastruktur. Solar dapat subsidi 1.000 per liter. “Untuk kondisi sekarang yang penerimaan meningkat karena kenaikan komoditas. bukan berarti BBM perlu di subsidi full dan nggak boleh naik sama sekali,” paparnya sambil berharap bisa dicari titik tengahnya dengan BLT bagi masyarakat miskin dan rentan.
Hal sama dikatakan praktisi ekonomi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Udayana, Putu Krisna Adwitya Sanjaya, S.E., M.Si. Menurutnya, kondisi saat ini ibarat buah simalakama yang harus ditelan pemerintah. “Satu sisi kita merupakan negara pengimpor minyak yang sudah barang tentu rate harga beli menyesuaikan dengan harga patokan yang dipasok negara eksportir. Bila rate harga minyak dunia naik maka mempengaruhi APBN sehinga kalau harga BBM disubsidi tentu dampak juga kepada APBN,” paparnya.
Harga jual BBM di dalam negeri menentukan harga jual keekonomian maka berpengaruh terhadap daya beli masyarakat, inflasi yang ujung nyaris perekonomian bisa terdampak. Ia pun melihat kondisi tersebut bisa diakali dengan melakukan penyesuaian harga BBM secara berkala dan subsidi hanya bisa diberikan bagi BBM yang memang betul peruntukannya bagi masyarakat bawah. Selain itu pemerintah juga harus berani lebih tegas untuk melihat, mengkaji dan membuka ruang bagi penerimaan sumber sumber pajak baru potensial seperti pajak barang mewah, pajak impor, pajak pertambahan nilai misalnya. Itu sebagai buffer bantalan APBN Indonesia. *dik