Denpasar (bisnisbali.com) –Kian meningkatnya jumlah penerbangan ke Bali berpengaruh terhadap mulai bergeraknya tingkat hunian (okupansi) kamar hotel yang kini telah mencapai 25 persen. Hingga akhir tahun mendatang diprediksi okupansi bisa mencapai 40 persen.
Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Bidang Budaya, Lingkungan dan Humas Perhimpunan Hotel dan Restoran (PHRI) Bali I Gusti Ngurah Rai Suryawijaya, saat ditemui di Sanur belum lama ini. “Wisatawan sudah mulai datang, tingkat hunian sudah mulai bergerak. Sekarang mencapai 25 persen,” ungkapnya.
Kondisi ini diharapkannya bisa terus membaik seiring berbagai kelonggaran yang memudahkan calon wisatawan datang ke Bali baik itu mancanegara ataupun domestik. Bebas visa bagi negara-negara di kawasan ASEAN, pemberlakuan Visa on Arrival (VoA), kebijakan tanpa karantina dan sebagainya, dikatakan Surawijaya memberi dampak positif. Hal ini membuat animo wisatawan terus meningkat.
Dengan itu, harapan pemulihan pariwisata pada tahun 2023 mendatang bisa terwujud. “Kita harapkan dalam minggu depan ini, April nanti 19 airlines akan ke Bali,” ungkapnya.
Meski demikian, Suryawijaya mengatakan, pemulihan pariwisata Bali membutuhkan waktu secara bertahap. Jika melihat kondisi sebelum pandemi, pada 2019 lalu kedatangan wisatawan mencapai 15.000 hingga 20.000 per hari. Sementara saat ini baru pada angka 2.000 per hari. Namun, pihaknya meyakini pertengahan tahun ini yang juga merupakan liburan musim panas, okupansi kamar hotel di Bali akan terkerek. “Akan ada 5 ribu wisatawan mancanegara yang datang dan 15 ribu domestik yang cukup mengisi okupansi kita,” ungkapnya.
Disinggung soal tarif kamar hotel saat ini, ia mengatakan, masih diskon 50 persen. Rata-rata untuk bintang lima mencapai Rp2,5 juta hingga Rp3 juta per malam. Bintang empat rata-rata mencapai Rp2 juta per malam. Sementara untuk bintang tiga, rata-rata mencapai Rp1 juta hingga Rp1,5 juta per malam. *wid