MASYARAKAT sudah sangat lelah menghadapi masalah minyak goreng (migor). Menurut Anggota Komisi VI DPR RI I Nyoman Parta, masyarakat letih karena harus menyediakan uang lebih banyak untuk mendapatkan minyak goreng.
‘’Indonesia merupakan negara penghasil sawit terbesar di dunia, tetapi dalam beberapa bulan ini terjadi kelangkaan dan antrean pembelian minyak goreng,’’ ujar Anggota Dewan asal Sukawati, Gianyar, ini.
Dijelaskannya, masyarakat lelah karena jauhnnya nilai pengharapan ddibandingkan nilai kenyataan. UU Dasar Republik Indonesia Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) menegaskan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Praktiknya, kebutuhan negara lain diutamakan lewat ekspor CPO, sedangkan kebutuhan dalam negeri diabaikan. Negara lain yang mendapatkan minyak, rakyat sendiri sengsara.
Ketentuan DMO 20 persen yang diatur dalam Permendag Nomor 6 Tahun 2022 sudah baik. Akan tetapi belum optimal dilaksanakan, aturan tersebut dicabut. ‘’Ketentuan tentang DMO alat pengontrol bagi eksportir CPO sudah dicabut. Siapa yang menjamin mereka tidak ekspor semuannya dan mengabaikan kebutuhan dalam negeri,” kilahnya.
Lebih lanjut dikatakannya, dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 11 Tahun 2022 berkaitan dengan ketentuan minyak curah bersubsidi, perlu dipastikan subsidi diberikan kepada produsen dan barangnya ada. Sebab, minyak curah bersubsidi sangat mudah dikemas, baik tanpa merek maupun dengan merek. Oknum pengusaha pengemasan yang nakal akan memanfaatkan kebijakan minyak bersubsidi dengan mengubahnya menjadi minyak kemasan. “Saya khawatir minyak curah bersubsidi untuk kebutuhan rakyat langka karena sudah dikemas,” tegasnya. *kup