Denpasar (bisnisbali.com)-Sebanyak 43 korban bom Bali I dan II serta Poso, Sulawesi Tengah, mendapatkan kompensasi dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Kompensasi yang diberikan berjumlah Rp6,165 miliar. Penyerahan kompensasi berlangsung di Ruang Wiswa Sabha Utama, Kantor Gubernur Bali, Denpasar, Jumat (18/2).
Ketua LPSK Drs. Hasto Atmojo Suroyo, M.Krim., menjelaskan 43 korban tindak pidana terorisme tersebut terdiri atas delapan orang korban tewas bom Bali I dan bom Bali II serta korban terorisme penembakan di Poso pada 2014. “Kebetulan korban ini (korban terorisme penembakan di Poso) sekarang berdomisili di Bali. Ahli warisnya hari ini mewakili keluarga besarnya menerima kompensasi,” ujarnya.
Selain korban tewas yang kompensasinya diterima ahli waris, kompensasi juga diterima oleh empat orang yang mengalami luka berat dalam peristiwa bom Bali I dan bom Bali II, 25 orang kategori luka sedang dalam peristiwa bom Bali I dan bom Bali II, serta enam orang yang mengalami luka ringan dalam peristiwa bom Bali I dan bom Bali II. Kompensasi diberikan berdasarkan derajat luka korban. Korban luka ringan menerima kompensasi Rp75 juta, luka sedang Rp115 juta dan luka berat Rp210 juta. Sementara ahli waris korban meninggal dunia mendapatkan kompensasi Rp250 juta.
Wakil Ketua LPSK Susilaningtias berharap kompensasi yang diterima dapat digunakan untuk memulihkan kehidupan sosial ekonomi para korban. LPSK akan berupaya membangun sinergi dengan kementerian/lembaga terkait, termasuk Pemerintah Provinsi Bali, agar korban yang mendapatkan kompensasi diberikan pendampingan melalui kegiatan-kegiatan pembekalan dan pelatihan kewirausahaan. “Kompensasi diharapkan dapat dimanfaatkan secara bijaksana dan tidak konsumtif. LPSK siap bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk membangun program (pembekalan dan pelatihan kewirausahaan) tersebut,” terangnya.
Gubernur Bali Wayan Koster dalam sambutannya yang dibacakan oleh Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Bali Dewa Putu Mantera, S.H., M.H., juga berharap kompensasi bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh para korban atau ahli warisnya. Disampaikannya, terorisme merupakan salah satu persoalan yang masih sering terjadi dan menjadi ancaman bagi Indonesia. Sebagai daerah yang telah dua kali menjadi sasaran aksi terorisme, Bali terus berupaya memperkuat sistem keamanan. Pemprov Bali yang saat ini mengusung Visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali menjadikan penguatan sistem keamanan sebagai salah satu program prioritas.
“Penguatan sistem keamanan tertuang dalam misi ke-19 yaitu mengembangkan sistem keamanan terpadu yang ditopang dengan sumber daya manusia serta sarana prasarana yang memadai untuk menjaga keamanan daerah dan krama Bali serta keamanan wisatawan,” ujar Gubernur Koster.
Misi itu kemudian dijabarkan dalam Pergub Bali Nomor 26 Tahun 2020 tentang Sistem Pengamanan Lingkungan Terpadu Berbasis Desa Adat (Sipandu Beradat). Sipandu Beradat bertujuan mendorong sinergi seluruh komponen untuk menjaga ketertiban dan keamanan lingkungan berbasis desa adat. *wid