Denpasar (bisnisbali.com) –Tim Pengendalian Inflasi daerah (TPID) mengaku terus berkoordinasi dengan pihak aparat penegak hukum untuk memastikan tak ada pelaku usaha ataupun pedagang yang melakukan penimbunan barang yang berpotensi mengakibatkan kelangkaan barang di pasar. Salah satunya berkaitan dengan minyak goreng.
Wakil Ketua TPID Bali, Trisno Nugroho di Denpasar, Kamis (10/2) menyampaikan, harga minyak goreng di Bali mulai menunjukkan penurunan. Menurut data harga pangan.id, harga minyak goreng kemasan 2 kg bermerek tercatat Rp 19.000/liter. Harga ini lebih rendah dibandingkan harga di akhir tahun 2021 yakni sebesar Rp 21.000/liter, atau turun 5 persen.
Trisno yang juga Kepala Perwakilan BI Bali ini mengatakan penurunan ini tidak lepas dari kebijakan pengendalian harga oleh pemerintah. Kemendag mengeluarkan pencabutan larangan peredaran minyak goreng curah yang akan diikuti diikuti revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 36/2020 tentang Minyak Goreng Sawit Wajib Kemasan. Perubahan terutama akan menyasar pasal 27 yang menetapkan bahwa 31 Desember 2021 merupakan hari terakhir peredaran minyak goreng curah. Dengan demikian, diharapkan suplai minyak goreng dapat terjaga.
Begitupula dalam Permendag No 6/2022, Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng telah diatur dengan rincian minyak goreng curah sebesar Rp 11.500/liter, kemasan sederhana sebesar Rp13.500/liter, dan kemasan premium sebesar Rp14.000/liter. Harga tersebut berlaku 1 Februari 2022.
Pada level daerah, kata Trisno, TPID kabupaten/kota se-Provinsi Bali terus melakukan pemantauan harga agar seluruh pelaku usaha dan pedagang di pasar tradisional dan modern telah menerapkan ketentuan ini. TPID juga terus berkoordinasi dengan pihak aparat penegak hukum untuk memastikan tidak ada pelaku usaha ataupun pedagang yang melakukan penimbunan barang yang berpotensi mengakibatkan kelangkaan barang di pasar.
“Di samping melakukan pemantauan harga, TPID juga melakukan pasar murah/operasi pasar sebanyak 24 kali selama periode Oktober 2021 – Januari 2022, yakni di Klungkung (sebanyak 2x), Karangasem (8x), Badung (3x), Bangli (4x), Jembrana (5x) dan Denpasar (2x),” paparnya.
Upaya-upaya ini diharapkan dapat menjaga agar harga minyak goreng kembali normal. Seeprti diketahui, fenomena kenaikan harga minyak goreng tidak terlepas dari kenaikan harga CPO internasional yang terutama disebabkan turunnya pasokan dari Malaysia. Meskipun Indonesia merupakan negara eksportir utama CPO, namun masih terbatasnya integrasi antara produsen di hulu dan hilir menyebabkan produsen dalam negeri harus membeli CPO dengan harga internasional.
Trisno pun menjelaskan dalam jangka panjang, peningkatan produktivitas perkebunan pertanian harus terus didorong dalam rangka memperkuat supply chain kelapa sawit di Indonesia untuk mendukung kestabilan harga. “Di samping itu, perlu ada diversifikasi produk minyak goreng berbahan sawit menjadi minyak goreng nabati berbahan lainnya (mis. canola oil & corn oil),” harapnya. *dik