Tabanan (bisnisbali.com) –Sejumlah petani di Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan termotivasi untuk kembali melakoni pertanian organik. Sebelumnya di Kecamatan Kediri, pertanian organik untuk tanaman padi ini sempat dilakoni oleh tiga subak, namun kini yang masih eksis hanya Subak Demung dan sudah mengantongi sertifikat organik dari Lesos.
Ketua Sabhantara Pekaseh Kecamatan Kediri, I Made Fedra usai mengikuti pelatihan pembuatan pupuk organik Biodinamik 500 yang diinisiasi oleh Yayasan Darma Narada (YDN) digelar di BPP Kediri, Rabu (1/12) mengungkapkan, mengapresiasi pelatihan pembuatan pupuk organik dengan sistem Biodinamik 500. Sebab menurutnya, seiring dengan upaya membangkitkan kembali sektor pertanian (darma pemaculan), penggunaan sistem pertanian organik dengan Biodinamik 500 akan sangat mendukung bagi berkelanjutan sektor pertanian di Kabupaten Tabanan yang merupakan daerah lumbung pangan bagi Bali selama ini.
“Dengan pertanian organik akan membuat tanah yang menjadi lahan pengolahan tanam berada dalam kondisi sehat, sehingga usaha tani bisa dilakukan terus berkelanjutan. Selain itu, petani pun akan mampu menghasilkan produk yang memiliki kualitas atau mutu sehat dari pertanian organik ini,” tuturnya.
Bercermin dari kondisi tersebut pihaknya berencana bersama dengan sejumlah pekaseh di Kecamatan Kediri akan mengadopsi pola pertanian organik Biodinamik 500, terlebih lagi bahan baku dan cara pembuatan Biodinamik 500 ini murah dan mudah. Akuinya, kemudahan tersebut salah satunya karena Biodinamik 500 yang tidak membutuhkan bahan baku kotoran sapi (kohe) dalam jumlah besar seperti penggunaan organik pada umumnya.
“Langkah awal kami akan coba lakukan secara bertahap. Selain itu kami juga alokasikan tanduk sapi sebagai media pembuatan Biodinamik 500 ini untuk 22 pekaseh, sehingga lanjut bisa disosialisasikan ke petani lainnya untuk cara pembuatan pupuk organik tersebut di masing-masing subak,” ujarnya.
Di sisi lain jelas Made Fedra, sebenarnya potensi pertanian organik di Kecamatan Kediri cukup besar, bahkan sebelumnya sudah ada tiga subak yang menerapkan pertanian organik. Yakni, Subak Bengkel, Subak Nyitdah III, dan Subak Demung. Namun sayangnya, dari tiga subak tersebut yang bertahan atau tetap eksis mengembangkan pertanian organik hanya Subak Demung dan sudah mengantongi sertifikat organik dari Lesos.
“Dua subak lainnya yang sebelumnya menerapkan pertanian organik, kini kembali lagi ke pertanian konvensional atau menggunakan kimia,” tandasnya.
Akuinya, beralihnya subak yang sudah menerapkan pertanian organik ke kimia ini disebabkan karena pemasaran hasil panen yang sempat melakukan kerja sama dengan sejumlah usaha penggilingan, namun dalam perjalanan dari perjanjian kerja sama tersebut tidak bisa ditepati. Salah satunya terkait cara pembayaran dilakukan oleh pihak usaha penggilingan yang dilakukan secara bon. Akibatnya, subak tersebut akhirnya kembali menggunakan kimia, meski sebenarnya animo petani sangat tinggi mengambangkan pertanian organik.
Hal senada juga diungkapkan Nengah Catra dari Subak Mela, Desa Buwit. Kata dia, pelatihan pertanian dengan pupuk organik Biodinamik 500 ini merupakan hal baru dan lebih memudahkan petani dalam mengaplikasikan di lahan pertanian. Sebab itu pihaknya, sangat tertarik untuk mengaplikasikan, sehingga secara bertahap akan mampu mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia, terlebih lagi di tangah kian mahalnya harga pupuk kimia saat ini. *man