Tabanan (bisnisbali.com) –Pertanian dengan sistem organik sebenarnya bukan hal baru bagi Kabupaten Tabanan, terbukti Tabanan sebagai daerah lumbung pangan Bali sudah mengantongi tujuh subak bersertifikat organik saat ini. Hanya saja, seiring perkembangannya terdapat sejumlah kendala yang dihadapi mulai dari pemasaran produk hingga harga jual yang belum mampu optimal memberi nilai lebih bagi petani dibandingkan dengan komoditi pertanian konvensional.
Demikian diungkapkan Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Tabanan, Ir. I Nyoman Budana, M.M., di sela-sela acara pelatihan dan sosialisasi kedaulatan pangan beras di Kabupaten Tabanan di BPP Kecamatan Penebel melalui pertanian organik plus (Biodinamik 500), Rabu (24/11). Kegiatan yang diinisiasi Yayasan Dharma Naradha (YDN) bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Bali dan Kabupaten Tabanan juga dihadiri Ketua YDN Satria Naradha, Camat Penebel I Made Surya Dharma dan tiga orang pemakalah yakni, Ir. I Made Mega Adnyana, M.P, I Made Sandi dan Putra Sedana yang memberikan materi pelatihan pembuatan pupuk Biodinamik 500. Kegiatan juga turut dihadiri sejumlah perwakilan petani dan pekaseh subak se-Kecamatan Penebel.
Terang Budana, tujuh subak mengantongi sertifikat organik ini dari total 228 subak yang ada di Tabanan saat ini. Luasan subak yang mengantongi sertifikat organik tersebut rata-rata bervariasi. Di antaranya, di Subak Jaka pengembangan pertanian organik hanya sebagian dari total luasan yang ada atau hanya sekitar 3 hektar, begitu pula di Subak Tingkih Kerab hanya sekitar 2 hektar dari total luasan yang ada.
Akuinya, luasan organik itu hanya sebagian saja dari total luasan subak yang ada di daerah tersebut, karena memang untuk serapan pasar hasil pertanian organik ini belum optimal menjanjikan keuntungan saat ini. Disisi lain risiko dari pengembangan pertanian organik ini cukup tinggi.
Sebab itu pihaknya tidak berani untuk memaksakan petani ini agar berorganik secara penuh, namun tetap mendorong setidaknya sudah mengarah ke organik sebagai upaya menjaga keseimbangan alam atau menyelamatkan lingkungan. Harapannya, program dari YDN juga bisa membantu pemasaran termasuk harga jual dari produk pertanian organik, sehingga petani organik bisa menikmati harga yang pantas.
”Mohon nanti program atau YDN bisa membantu di bidang pemasaran. Karena Bapak Bupati Tabanan dengan visi misi beliau bagaimana pangan ini bisa ajeg, termasuk status sebagai lumbung pangan Bali bisa dipertahankan dengan mengarah ke organik,” harapnya.
Jelas Budana, di luar jumlah tersebut ada juga sejumlah subak, bahkan di hampir semua kecamatan di Kabupaten Tabanan sudah mengarah ke pertanian organik yang difasilitasi melalui kegiatan pengembangan beras ramah lingkungan. Katanya, meski belum mengantongi sertifikat organik, beras hasil dari pertanian yang mengarah organik ini sudah berlabel beras sehat.
Selain itu pihaknya, terus mendorong untuk pengembangan pertanian organik dengan melakukan pendampingan terhadap dua-tiga subak setiap tahun. Hanya saja untuk bisa mengantongi sertifikat organik tersebut prosesnya panjang, bahkan mencapai tiga tahun.
“Setiap musim juga akan dilakukan pengecekan oleh Lesos sebagai lembaga yang mengeluarkan sertifikat organik. Sedangkan yang sudah mengantongi sertifikat organik juga akan dilakukan pengecekan atau evaluasi oleh Lesos setiap dua tahun sekali,” ujarnya.
Di sisi lain lanjutnya selain subak, sertifikat organik di Kabupaten Tabanan juga sudah berhasil dikantongi di sektor budi daya pertanian lainnya. Di antaranya, sayur-mayur yang mengantongi sertifikat prima tiga (sertifikat organik), sektor perkebunan salah satunya kopi juga sudah ada yang memegang sertifikat indikasi geografis (IG) sekaligus juga sebagai syarat untuk bisa diekspor. Begitu juga manggis, salak gula pasir yang ada di Kecamatan Pupuan sudah mengantongi registrasi kebun sekaligus sebagai syarat untuk bisa ekspor.
Ketua YDN Satria Naradha mengungkapkan, YDN bekerja sama dengan pemerintah Provinsi Bali dan Pemerintah Kabupaten Tabanan ingin mengajak petani (darma pemaculan) untuk bersama-sama kembali fokus menekuni sektor pertanian sesuai visi pemerintah Provinsi Bali melalui spirit ’’Nangun Sat Kerthi Loka Bali’’. Tentunya melakoni darma pemaculan yang harmonis dengan alam, manusia Bali dan agama melalui sistem pertanian organik Biodinamik 500.
Upaya tersebut menjadi harapan sekaligus benteng bagi Bali untuk bisa mencapai kedaulatan pangan dengan menjadikan sektor pertanian di pulau dewata ini berjalan baik, karena melalui pola tersebut akan membuat Bali ini sehat dan masing-masing produk pertanian juga memiliki kualitas yang baik pula.
Satria Naradha yang juga pimpinan Kelompok Media Bali Post (KMB) mengungkapkan, saat ini ada banyak pilihan untuk penggunaan pupuk organik, namun dengan menggunakan sistem Biodinamik 500 petani tidak perlu menggunakan kotoran sapi (kohe) dalam jumlah besar hingga berton-ton. Selain itu pemanfaatan Biodinamik 500 ini bisa diaplikasikan pada pertanian sawah maupun kebun dengan proses pembuatan yang sangat mudah dan bahan bakunya semua tersedia di alam.
“Pengaplikasian kotoran sapi ini dicampurkan dengan Toya Amerta Bali yang merupakan air bersumber dari lima danau di Bali. Toya Amerta Bali ini sangat dasyat agar tanah Bali ini kembali subur dan selaras dengan alam,” ujarnya.
Sementara itu I Made Surya Dharma mengungkapkan, sangat menyambut baik dan mengapresiasi pelatihan yang digelar oleh YDN dalam upaya langkah awal kembali membangkitkan darma pemaculan dan berharap generasi muda mau menekuni sektor pertanian dengan meningkatkan inovasi di bidang pertanian sehingga bisa meningkatkan taraf hidup ekonomi petani di Kecamatan Penebel. Imbuhnya, upaya tersebut sekaligus searah dengan fokus kerja dan sesuai dengan arahan dari pemerintah agar menitik beratkan pada pertanian organik.
“Melalaui pelatihan ini kami juga berharap bisa menekan alih fungsi lahan yang terjadi, sekaligus dengan pertanian organik Biodinamik 500 ini akan mampu menekan residu yang diakibatkan oleh penggunaan pupuk kimia selama ini,” tandasnya.
Tambahnya, potensi pertanian di Kecamatan Penebel cukup besar. Itu tercermin dari total 18 desa, hampir semua berbasis pertanian. Menjaga potensi tersebut pihaknya mendorong melalui pararem dan pemahaman kepada generasi muda, khususnya di masa pandemi ini agar kembali mengalihkan perhatian kepada pertanian. “Jangan sampai punya lahan, namun lahan tersebut dijual. Nantinya melalui perarem dan penyadaran kepada generasi muda, kami akan coba agar mereka ini kembali untuk menekuni pertanian,” tegasnya. *man