Jumat, November 29, 2024
BerandaBaliEkspor Manggis ke Tiongkok masih Melalui Jakarta

Ekspor Manggis ke Tiongkok masih Melalui Jakarta

Buah manggis yang dihasilkan petani Bali pada musim panen tahun ini telah disalurkan ke pasar ekspor hingga ribuan ton sejak Oktober 2021.

Tabanan (bisnisbali.com) –  Buah manggis yang dihasilkan petani Bali pada musim panen tahun ini telah disalurkan ke pasar ekspor hingga ribuan ton sejak Oktober 2021. Ironisnya, ekspor manggis tersebut belum bisa dilakukan melalui Bandara I Gusti Ngurah Rai meski Pulau Dewata sudah membuka diri menerima penerbangan dari luar negeri (LN) sejak 14 Oktober lalu.

Pemilik PT Raja Manggis Bali sekaligus eksportir manggis di Desa Padangan, Kecamatan Pupuan, Tabanan, Jero Putu Tesan menyatakan, sebulan lebih sejak Bali membuka penerbangan internasional belum berdampak positif bagi ekspor manggis dari Pulau Dewata. Sebab, pesawat atau penerbangan langsung ke Bali dari Tiongkok yang menjadi pembeli terbesar produksi manggis petani lokal belum ada hingga kini. Akibatnya, ekspor memanfaatkan pesawat penerbangan dari Tiongkok ke Bali dan kembali ke Tiongkok belum bisa. Pihaknya masih harus melakukan ekspor melalui Jakarta.

“Dalam sebulan terakhir ini belum ada penerbangan langsung dari Tiongkok ke Bali, sehingga kami terpaksa masih harus melalui Jakarta untuk bisa melempar manggis ke negara tujuan,” papar Putu Tesan, Minggu (21/11).

Ekspor melalui Jakarta membuat ongkos atau biaya menjadi besar. Risikonya juga cukup tinggi terutama terkait kualitas barang akibat lamanya pengiriman. Di sisi lain, ekspor manggis sebagian besar melalui bandara di Jakarta membuat jumlah ekspor yang tercatat di Balai Karantina Denpasar menjadi sangat kecil.

Tusan yang juga Ketua Asosiasi Eksportir Manggis dan Rumah Kemasan Indonesia (AEMRKI) memperkirakan sejak musim panen Oktober 2021 lalu hingga kini sudah ribuan ton manggis dari Bali yang diekspor oleh sejumlah eksportir dari Pulau Dewata ke Tiongkok melalui bandara di Jakarta. “Kami saja mengekspor hampir 80 ton manggis ke Tiongkok melalui Jakarta, belum lagi teman-teman lainnya yang jumlahnya juga cukup besar. Mungkin sudah ribuan ton manggis Bali yang dilempar ke Tiongkok, namun tidak tercatat di Bali,” kilahnya.

Selain dihadapkan pada kendala distribusi, meningkatnya curah hujan mengakibatkan kualitas produksi manggis yang terjadi pada puncak musim panen November dan Desember menjadi menurun. Itu karena beberapa manggis terkena penyakit getah kuning, sehingga volume yang bisa masuk dalam kategori standar ekspor sangat kecil.

“Sebenarnya harga manggis kualitas ekspor di tingkat petani masih bagus yaitu berada di kisaran Rp 25.000 hingga Rp 30.000 per kilogram. Namun, untuk memenuhi kualitas ekspor tersebut petani manggis kesulitan karena keadaan buah tidak begitu bagus saat ini,” tegasnya.

Putu Tesan berupaya membuat sejumlah alternatif agar manggis di luar kualitas ekspor tersebut tetap bisa terserap. Pihaknya menjalin kerja sama dengan pembeli di Tiongkok yang bisa menyerap manggis di bawah kualitas ekspor. Dengan demikian, semua produksi manggis Bali bisa terserap maksimal meski harganya berbeda di bawah harga kualitas ekspor.

“Saat ini harga manggis di luar kualitas ekspor di tingkat petani berada di kisaran Rp 8.000 sampai Rp 9.000 per kilogram. Mudah-mudahan melalui kerja sama bisa mengangkat harga jual manggis di luar kualitas ekspor di tingkat petani,” imbuhnya. *man

Berita Terkait
- Advertisment -

Berita Populer