Denpasar (bisnisbali.com) – Ekonomi Bali pada triwulan III 2021 mengalami kontraksi sebesar -2,91 persen (yoy). Kebijakan pembatasan mobilitas seiring dengan peningkatan kasus Covid-19 (varian delta) pada triwulan III 2021 telah menekan kinerja ekonomi Bali.
“Kinerja tersebut merupakan kinerja terendah dibanding provinsi lain di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh karakteristik Bali yang didominasi oleh sektor pariwisata sehingga sensivitas perekonomian Bali terhadap kebijakan pengetatan mobilitas cenderung lebih tinggi dibandingkan provinsi lainnya di Indonesia,” kata Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Bali, Trisno Nugroho di Denpasar, Senin (15/11).
Berdasarkan data pertumbuhan ekonomi seluruh Indonesia tercatat Papua tumbuh 14,54 persen atau tertinggi. Kemudian lima besar selanjutnya Maluku Utara 11,41 persen, Sulawesi Tengah 10,21 persen, Bangka Belitung 6,11 persen dan Jambi 5,91 persen. Sementara Bali -2,91 persen di bawah DKI Jakarta 2,43 persen, NTB 2,42 persen, NTT 2,37 persen dan Yogyakarta 2.30 persen.
Kendati demikian Trisno menekankan pada triwulan IV 2021, ekonomi Bali diperkirakan akan tumbuh positif. Faktor-faktor yang menyebabkannya adalah kebijakan pelonggaran mobilitas di tengah semakin terkendalinya kasus Covid-19. Sejak 14 September 2021, pemerintah melonggarkan mobilitas dengan implementasi PPKM Level 3.
Implementasi PPKM Level 3 ini diikuti oleh pelonggaran jam operasional dan kapasitas pelayanan restoran dan pusat perdagangan serta pelonggaran persyaratan penerbangan dan pelabuhan ke/dari Bali. Hal ini berpotensi mendorong kunjungan wisatawan domestik ke Bali. Selain itu, kebijakan pembukaan penerbangan langsung internasional ke Bandara I Gusti Ngurah Rai per 14 Oktober 2021 juga berpotensi mendorong kunjungan wisatawan mancanegara ke Bali.
Selanjutnya berlanjutnya pembangunan infrastruktur. Dengan berbagai faktor pendorong tersebut, perbaikan pertumbuhan diperkirakan terjadi pada lapangan usaha yang berkaitan langsung dengan aktivitas pariwisata (LU akmamin, LU transportasi dan LU perdagangan).
“Lesson Learned yang dapat kita petik dari kondisi ini adalah perbaikan ekonomi sangat tergantung pada kondisi Covid-19, sektor infokom merupakan leading sektor dalam mengawal pemulihan ekonomi Bali serta perlu adanya kebijakan strategis, inovatif dan adaptif dalam kondisi ketidakpastian yang tinggi,” sarannya.
Oleh sebab itu, bank sentral merekomendasikan dalam jangka pendek mengawal kondisi Covid-19 dengan terus disiplin terhadap protokol kesehatan dan meneruskan vaksinasi. Hal ini penting untuk meningkatkan level of confidence wisatawan, pelaku usaha maupun konsumen.
“Termasuk berpartisipasi aktif dalam transformasi digital, mengingat sektor ini mampu bertahan dalam krisis Covid-19. Hal ini bisa dilakukan misalnya melalui digital farming, UMKM go digital, meningkatkan ekraf digital dan pemanfaatan e-commerce, pembayaran nontunai termasuk QRIS,” imbuhnya.
Tidak terkecuali kolaborasi dan sinergi antarberbagai pihak untuk menghasilkan inovasi dan terobosan dalam pemulihan pariwisata. Mendampingi kebijakan yang telah ada, pemerintah dapat mendorong penambahan list negara untuk mendapatkan izin penerbangan internasional ke Bali, melaksanakan WFB dengan protokol yang ketat dan memperluas CHSE.
“Tidak hanya itu, perlu terobosan untuk mengembalikan kepercayaan wisman untuk berkunjung kembali melalui strategi digital marketing dan penguatan citra Bali sebagai destinasi sustainable tourism,” paparnya. *dik