Tak Membebani Ketika Diaplikasikan, Petani Berharap Keberlanjutan Pelatihan Biodinamik

Sambutan sejumlah petani dalam pelatihan pertanian organik menggunakan sistem biodinamik yang digelar di Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kecamatan Selemadeg Barat (Selbar), Kabupaten Tabanan sangat antusias.

201
ANTUSIAS - Para peserta pelatihan pupuk biodinamik tampak antusias mengikuti pelatihan pertanian organik menggunakan sistem biodinamik yang digelar di Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kecamatan Selemadeg Barat (Selbar), Kabupaten Tabanan.

Tabanan (bisnisbali.com) – Sambutan sejumlah petani dalam pelatihan pertanian organik menggunakan sistem biodinamik yang digelar di Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kecamatan Selemadeg Barat (Selbar), Kabupaten Tabanan sangat antusias. Mereka berharap pelatihan yang kali pertama dilakukan ini di Kecamatan Selbar ini bisa berlanjut dan ada pendampingan ke para petani untuk pembuatan sekaligus pada saat aplikasi nantinya.

Ketua Sabhantara Kecamatan Selemadeg Barat sekaligus Ketua Majelis Subak, Selemadeg Barat, I Wayan Sumawa Ariana usai mengikuti pelatihan pembuatan pupuk organik dengan sistem biodinamik, Selasa (2/11) mengungkapkan, kegiatan pelatihan pertanian organik melalui sistem biodinamik sangat bagus dan ini menjadi harapan baru bagi para petani yang mulai sadar untuk beralih ke organik, namun tidak ingin kewalahan dari sisi volume penggunaan pupuk. Sebab imbuhnya, selama ini meski ada wacana dari pemerintah untuk mengalihkan penggunaan pupuk dari kimia ke organik, namun dari petani nampaknya ada kendala karena upaya tersebut malah menuntut tenaga ekstra yang lebih banyak.

Akuinya, peralihan tersebut membutuhkan dosis yang digunakan dari pupuk kimia (urea) yang biasanya menggunakan hanya 225 kg untuk per hektar, ketika dialihkan dengan menggunakan pupuk organik sesuai anjuran pemerintah maka membutuhkan volume pupuknya menjadi cukup besar, bahkan mencapai 2 ton untuk per hektar.” Akibatnya petani justru menjadi kewalahan untuk mengaplikasikan di lapangan. Sebab itu dengan adanya sistem pertanian organik biodinamik ini menjadi sangat menarik karena volume yang digunakan tidak menjadi kendala dalam mengaplikasikan di lapangan,” tuturnya.

Jelas Wayan Sumawa, penggunaan pupuk organik ini menjadi semakin penting karena memang pola pertanian yang dilakukan selama ini sepertinya sudah ‘memperkosa’ ibu pertiwi, karena hanya memikirkan keuntungan yang instan (cepat) dengan mengabaikan keadaan di lapangan. Akibatnya lambat laun terjadi krisis kesuburan tanah.

Sebab  itu menurutnya, pelatihan organik dengan biodinamik ini menjadi sangat menarik dan sekiranya perlu dilakukan berkelanjutan dan pendampingan yang lebih serius, karena dari segi aplikasi sangat mengurangi tenaga termasuk juga dari segi biaya sangat efisiensi, namun dengan hasil yang cukup maksimal. ”Kalau tidak dibina dan dibimbing secara berkelanjutan, takutnya diberi latihan sekali besoknya lupa,” kilahnya.

Hal senada juga disampaikan Pekaseh Subak Tiying Gading, I Wayan Radia. Kata dia, sistem pertanian organik biodinamik sangat jauh menghemat biaya dan mempermudah pekerjaan jika dibandingkan menyebar organik padat. ”Ketimbang menyebar organik padat yang mencapai 2 ton, namun dengan organik biodinamik ini hanya sedikit. Sehingga kami pastinya akan sangat terbantu dan sangat diuntungkan dengan teknik pertanian tersebut,” ujarnya.

Bercermin dari itu harapannya, pelatihan ini bisa berlanjut dengan melakukan pembinaan di tingkat petani, sehingga para petani bisa mengaplikasikan agar sesuai dengan apa yang menjadi harapan bersama sesuai program Gubernur Bali dan Bupati Tabanan. Tambahnya, itu sekaligus dalam upaya untuk mewujudkan kedaulatan pangan nantinya.

Sementara itu salah satu pemakalah dari pelatihan pupuk biodinamik yang juga merupakan petani organik di Kabupaten Tabanan, I Made Sandi mengungkapkan, pertanian biodinamik menggunakan kompos (kotoran sapi). Terangnya, kemampuan lebih dari pupuk biodinamik ini muncul dari proses fermentasi dengan memanfaatkan media tanduk sapi yang dikubur setelah diisi dengan kotoran sapi. Lama waktu proses fermentasi ini berkisar 4-6 bulan, setelah itu baru bisa diaplikasikan ke berbagai jenis tanaman.

“Dari teknik fermentasi dengan cara dikubur ini merupakan proses penting karena di sana terjadi penyerapan energi alam yang selanjutnya diperlukan oleh tanaman pada saat diaplikasikan untuk semua jenis tanaman,” tandasnya. *man