Denpasar (bisnisbali.com) – Dengan berpedoman pada faktor CHSE (Cleanliness, Health, Safety, Environment Sustainability) atau kebersihan, kesehatan, keselamatan dan kelestarian lingkungan yang telah dirintis selama ini mulai menunjukkan secercah harapan untuk pariwisata Bali. Pasalnya, mulai 14 Oktober 2021 wisatawan asing dari 19 negara telah kembali diizinkan melakukan perjalanan ke Bali seiring dengan terkendalinya penanganan pandemi di Bali yang berhasil turun ke level 2 di mana seluruh kabupaten/kota di Bali telah berada pada zona kuning/risiko rendah (8 Kabupaten, 1 Kota) dengan penambahan kasus harian sekitar 30 orang.
“Namun, kita tidak boleh lengah, dibukanya kembali border internasional adalah awal titik balik pemulihan citra pariwisata Bali. Kita harus mampu menciptakan pariwisata yang aman dan bebas dari Covid-19, untuk meyakinkan dan mendapatkan kembali kepercayaan wisatawan khususnya wisatawan asing,” kata Kepala KPw BI Bali, Trisno Nugroho menyikapi pembukaan border internasional di Bali.
Trisno menilai sudah lebih dari satu tahun berlalu sejak kasus pertama Covid-19 di Indonesia, termasuk Bali, secara resmi diumumkan. Sejak itu pula, semua dengan segenap sumber daya yang ada terus berupaya, tak cuma bertahan tapi juga kembali pulih dan bangkit dari pandemi yang berdampak tak hanya pada sektor kesehatan tapi juga seluruh sendi kehidupan masyarakat.
“Karenanya mendukung penuh pemerintah untuk membuka kembali border Bali dengan penerapan prokes dengan CHSE yang ketat dan manajemen risiko yang aman serta terukur. Termasuk bersama menjalankan dan mengawasi pelaksanaan prokes CHSE yang ketat dan konsisten dengan seluruh komponen pariwisata di Bali,” harapnya.
Trisno mengakui bila melihat historisnya, sektor pariwisata merupakan salah satu sektor yang terdampak sangat parah akibat pembatasan mobilitas selama pandemi. Alhasil Bali sebagai episentrum pariwisata Indonesia pun merasakan dampaknya. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, jumlah kunjungan wisman ke Bali pada tahun 2020 menjadi yang paling rendah selama 10 tahun terakhir dengan 1.050.505 kunjungan atau turun hingga 83,26 persen (yoy).
Pemerhati ekonomi dari Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Bali International Institute of Tourism Management (STIE BIITM) Sahid Bali, Dr. Luh Kadek Budi Martini, S.E., M.M. sebelumnya menyampaikan, jika pun Bali sudah dibuka untuk kedatangan wisatawan asing, tapi karena persyaratannya yang ketat, maka kemungkinan wisatawan enggan untuk datang. Ia mencontohkan harus vaksin 2x dan lolos PCR di negaranya, sang wisatawan harus dikarantina 5 hari dengan biaya sendiri. Tentu itu cukup memberatkan si wisatawan, terlebih lagi lenght of stay (masa tinggal) wisatawan di masa lalu rata-rata 4-5 hari, maka jika ditambah 5 hari untuk karantina, tentu hal itu sangat berat alias tidak menarik bagi wisatawan.
“Artinya, kita harus berupaya agar pandemi ini cepat selesai dan keadaan normal bisa kembali,” paparnya sambil menyarankan protokol kesehatan di masyarakat harus terus ditingkatkan. Masyarakat jangan lelah sebab protokol kesehatan kini menjadi gaya hidup baru dan menjadi adaptasi baru hidup bermapingan dengan virus corona.
Budi Martini menjelaskan Bali (dan tempat destinasi lain di Indonesia), untuk sementara cukup berharap dari wisatawan domestik saja dulu. Meskipun spending of money (pengeluaran uang) wisatawan domestik tidak sebesar wisatawan asing, tapi paling tidak bisa menggeliatkan ekonomi Bali. “Jika wisatawan asing sudah ada masuk, terlebih jika jumlahnya semakin banyak, tentu hal itu akan dapat menjadi motor penggerak ekonomi Bali kembali seperti dulu,” paparnya. *dik