Gianyar (bisnisbali.com) –Permasalahan pensertifikatan tanah melalui Program PTSL di Desa Adat Jero Kuta, Desa Pejeng, Kecamatan Tampaksiring, menemukan titik perdamaian. Ini terjadi setelah pertemuan mediasi melibatkan Sekdakab Gianyar, Kepala Kesbangpol Gianyar, Kejari Gianyar, Kantor BPN Gianyar, Wakapolres Gianyar, Ketua MDA Gianyar, Camat Tampaksiring, pada Kamis (21/10) pukul 16.00 Wita berhasil menyerap keinginan dan aspirasi kedua pihak.
Kedua belah pihak yaitu bendesa bersama prajuru Desa Adat Jero Kuta Pejeng dan perwakilan 70 warga Desa Adat Jero Kuta Pejeng sepakat menandatangani kesepakatan perdamaian di taman halaman belakang Kantor Bupati Gianyar, Jumat (22/10).
Penandatanganan kesepakatan perdamaian disaksikan Bupati Gianyar I Made Mahayastra, Ketua DPRD Drs. I Wayan Tagel Winarta, Kapolres AKBP I Made Bayu Sutha Sartana, Dandim 1616 Letkol Inf. Hendra Cipta dan Sekda Ir. I Made Gede Wisnu Wijaya.
Poin kesepakatan perdamaian berjumlah delapan. Pertama, kedua belah pihak sepakat tanah sikut satak disertifikatkan atas nama Desa Adat Jero Kuta Pejeng. Kedua, kedua belah pihak sepakat membatalkan sertifikat tanah teba yang menjadi objek sengketa, sehingga status tanah tersebut kembali seperti semula tidak bersertifikat (dinolkan). Ketiga, apabila ada warga yang menginginkan pengajuan sertifikat terhadap tanah sebagaimana disebutkan pada poin kedua), sepanjang memiliki bukti-bukti kepemilikan atas hak yang jelas dan sah, prajuru adat, prajuru dinas (perbekel dan klian dinas/kaur kewilayahan) tidak boleh menghalangi serta wajib memberikan pelayanan administrasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Keempat, Bupati Gianyar akan mengawal proses pensertifikatan dimaksud pada poin ketiga sehingga tahapan pensertifikatan berjalan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kelima, dengan adanya kesepakatan poin pertama dan kedua, selanjutnya pihak I bersedia mencabut laporan/pengaduan perihal pemalsuan surat yang dibuat oleh pelapor 1 (I Made Wisna), tanggal 21 Oktober 2020 dengan terlapor pihak II dan laporan/pengaduan perihal pemalsuan surat yang dibuat oleh pelapor 2 (I Ketut Suteja), tanggal 24 Juni 2020 dengan terlapor pihak II sehingga proses hukum bisa dihentikan.
Keenam, dengan kesepakatan pada poin pertama, kedua dan kelima, selanjutnya pihak II bersedia mencabut sanksi adat yang dijatuhkan kepada pihak I sesuai Pararem Penepas Wicara Desa Adat Jero Kuta Pejeng Nomor 03/KL KD/DAJKP/X/2021 tanggal 10 Oktober 2021 dan Pararem Penepas Wicara Desa Adat Jero Kuta Pejeng Nomor 04/KL KD/DAJKP/X/2021 tanggal 10 Oktober 2021, sehingga status krama yang dikenakan sanksi kembali seperti semula tanpa dikenakan penanjung batu dan panyangaskara.
Ketujuh, setelah disepakati oleh kedua belah pihak dan ditandatanganinya surat kesepakatan bersama, surat ini dapat dipergunakan sebagai dasar untuk memohon pencabutan laporan polisi dan pengaduan di Polres Gianyar, permohonan pembatalan sertifikat di Kantor BPN Gianyar dan pencabutan semua sanksi adat yang dikeluarkan oleh pihak II. Kedelapan, melalui surat kesepakatan ini, para pihak di atas berjanji menaati semua kesepakatan dan apabila ada yang mengingkari bersedia dituntut sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Bupati Mahayastra menyampaikan apresiasi tinggi khususnya kepada warga Desa Adat Jero Kuta karena telah berkorban untuk Gianyar dan khususnya untuk Desa Pejeng. “Hari ini adalah kemenangan kita semua. Semua di sini mengalah secara pikiran, material, waktu, tenaga dan emosi. Semua satu kata untuk Gianyar dan Pejeng,” tegasnya.
Menurutnya, dalam hal ini tak perlu mencari pembenaran, karena hukum dibuat untuk menyejahterakan dan melindungi rakyatnya. Penyelesaian masalah dengan damai merupakan cara terhormat dan bukti kedewasaan kita. Ini akan menjadi percontohan. Sebab, tidak menutup kemungkinan permasalahan serupa akan terjadi di desa-desa lain di Gianyar atau di luar Gianyar. *kup