Produksi Menumpuk di Gudang, Peternak Kirim Telur ke Jawa

Sejumlah peternak ayam petelur di Kabupaten Tabanan terpaksa menjual produksi telur ke Jawa.

529
AYAM PETELUR - Produksi ayam petelur di tingkat peternak yang menumpuk tidak terserap pasar di Bali.

Tabanan (bisnisbali.com) –Sejumlah peternak ayam petelur di Kabupaten Tabanan terpaksa menjual produksi telur ke Jawa. Ini dilakukan meski harga telur di Jawa lebih murah dibandingkan di Bali. Upaya tersebut untuk memperlancar cash flow (arus kas) di tengah anjloknya harga dan lesunya permintaan telur di pasar lokal saat ini.

Peternak ayam petelur, Darma Susila, di Desa Buruan, Tabanan, Kamis (16/9) mengungkapkan harga telur di tingkat peternak kian hancur-hancuran dan itu dibarengi lesunya serapan pasar lokal. Itu tercermin dari harga telur di tingkat peternak yang sebelumnya sempat berada di kisaran Rp 35 ribu hingga Rp 36 ribu per krat, kini turun ke posisi Rp 32 ribu per krat (isi 30) atau sekitar Rp 1.000 per kilogram.

Menurutnya, penurunan harga telur di Bali sama seperti yang terjadi di Jawa. Bahkan, di Jawa lebih murah lagi karena harganya Rp 800 per butir. Hanya, meski di Bali harganya lebih mahal dibandingkan di Jawa, permintaan pasar akan telur di Bali jauh menurun. Akibatnya, banyak produksi telur menumpuk di gudang karena tidak terserap.

“Biasanya produksi 5.000 butir telur per hari habis terserap oleh pasar lokal, kini jumlah tersebut tidak habis. Paling hanya terserap 2.000 hingga 3.000 butir per hari, sehingga banyak produksi yang akhirnya menumpuk di gudang,” tutur Darma Susila.

Kondisi tersebut mengharuskan pihaknya berupaya memperkecil kerugian atau memperlancar cash flow sekaligus mencegah telur rusak karena lama menumpuk di gudang dan menutupi biaya pakan yang mendesak harus dipenuhi bahkan dengan posisi harga cukup mahal. Caranya, melempar sisa stok yang tidak terserap oleh pasar lokal dalam jangka waktu seminggu ini ke pasar di Jawa, meski harganya lebih murah daripada harga telur di tingkat lokal.

“Dengan mengirim ke Jawa karena di sana harganya Rp 800 per butir, maka kami di sini menilai harga telur dihitung Rp 700 per butir karena dipotong untuk ongkos angkut. Jadi, sampai di sana telur dari Bali sama dengan harga pasaran di Jawa,” paparnya.

Meski dari sisi harga telur lokal lebih murah untuk bisa masuk ke pasar di Jawa, nilai lebihnya adalah pasar di Jawa bisa menyerap telur dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan jika hanya mengandalkan pasar di Bali. Ia bersama peternak lokal lainnya, sekali mengirim telur ke Jawa bisa mencapai 10.000 butir. Pengiriman bekerja sama dengan pemasok pakan dari Jawa, sehingga truk yang digunakan mengangkut pakan ke Bali saat kembali ke Jawa tetap berisi muatan telur digabung dengan hasil ternak lokal lainnya. Pengiriman telur ke Jawa sudah dilakukan sejak sebulan terakhir dengan waktu pengiriman rata-rata seminggu sekali.

Sementara itu, salah seorang pedagang bahan pangan, Ayu Witari, mengatakan harga telur di tingkat pedagang masih stabil yakni berada di level Rp 2.000 per butir untuk telur ayam ras. Hal sama juga berlaku untuk harga telur itik dan telur ayam kampung yaitu di kisaran Rp 3.000 dan Rp 2.500 per butir. “Harga ini tidak mengalami perubahan di tingkat supplier, sehingga kami mengikuti menjual dengan posisi stabil,” pungkasnya. *man