Denpasar (bisnisbali.com) –Kondisi perekonomian Bali mulai menunjukkan tanda pemulihan yang tercermin dari pertumbuhan triwulan II 2021 sebesar 3,7 persen (yoy). Momentum pemulihan ini perlu dijaga dan didorong dengan menggali potensi sumber-sumber pertumbuhan ekonomi.
Hal itu disampaikan Kepala KPw BI Bali, Trisno Nugroho dalam Webinar Transformasi Ekonomi Balinusra dengan tema “Balinusra Menuju Pertanian 4.0”. “Karenanya bank sentral mendorong transformasi ekonomi Balinusra menuju pertanian 4.0,” katanya.
Di kesempatan sama Profesor M. Firdaus selaku guru besar IPB, menambahkan, ke depannya pertanian akan memberikan harapan baru bagi perekonomian Balinusra, baik untuk pasar domestik maupun ekspor.
“Revolusi pertanian 4.0 akan menjawab tantangan mengenai produktivitas dan harga. Hal terpenting adalah penerapan skema inclusive closed-loop untuk korporatisasi badan usaha pertanian mikro,” jelasnya.
Sementara itu Gubernur Nusa Tenggara Timur, Viktor Laiskodat memaparkan bahwa lahan kering di NTT masih sangat luas sehingga potensi untuk bisa digarap masih sangat besar. Namun untuk memroses lahan tersebut dibutuhkan pula alat berat sebagai pendukung, sehingga salah satu permasalahan utama adalah pendanaan terhadap badan usaha milik daerah. Harapan ke depannya, perbankan maupun lembaga non-bank dapat memberikan bantuan kredit yang rendah akan risiko ke sektor pertanian di NTT.
Gubernur Nusa Tenggara Barat, Zulkieflimansyah menjelaskan bahwa kondisi pertanian yang ada di NTB sudah relatif baik atas dukungan dari pemerintah setempat dan Bank Indonesia dalam mengembangkan program Mahadesa dan NTB Mall. Dengan adanya program tersebut, UMKM dapat sangat terbantu dari segi produksi hingga pemasaran, sehingga pertanian di NTB relatif lebih stabil dan minim akan permasalahan, harapan kedepannya pemerintah maupun BI dapat lebih fokus untuk mengembangkan program Mahadesa dan NTB Mall yang sudah ada.
Di tempat terpisah Kepala BPS Bali, Hanif Yahya menjabarkan indeks nilai tukar petani (NTP) Bali pada Agustus 2021 tercatat naik 0,33 persen, dari 92,58 pada Juli 2021 menjadi 92,88. Indeks yang diterima petani tercatat naik setinggi 0,43 persen, sedangkan indeks yang dibayar petani naik setinggi 0,09 persen. Kenaikan indeks NTP pada Agustus 2021 tercatat pada dua subsektor, yaitu subsektor tanaman pangan (1,03 persen) dan subsektor hortikultura (3,30 persen). Sebaliknya subsketor perikanan tercatat turun paling dalam sebesar 1,56 persen, disusul subsektor peternakan yang turun 1,11 persen dan subsektor tanaman perkebunan rakyat yang turun 0,24 persen.
Ia pun menjabarkan Indeks Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) Bali pada Agustus 2021 naik setinggi 0,13 persen dari 92,37 pada bulan sebelumnya menjadi 92,49. Dilihat dari subsektornya, kenaikan indeks NTUP pada Agustus 2021 tercatat naik pada subsektor tanaman pangan (0,91 persen) dan subsektor hortikultura (3,23 persen). Sebaliknya subsektor perikanan tercatat turun 1,62 persen, subsektor peternakan turun 1,47 persen dan terakhir subsektor tanaman perkebunan rakyat turun 0,45 persen.
Pada Agustus 2021, kata Hanif Bali tercatat deflasi perdesaan sebesar 0,03 persen. Kondisi ini sejalan dengan catatan inflasi perdesaan secara nasional yang juga tercatat deflasi, yaitu sedalam 0,05 persen. Deflasi terdalam tercatat di Sumatera Selatan (0,50 persen). Deflasi terdangkal sebesar 0,01 tercatat pada 4 provinsi. Sementara itu Sulawesi Tenggara tercatat mengalami inflasi paling tinggi, yaitu 0,84 persen dan Maluku Utara tercatat sebagai provinsi dengan tingkat inflasi paling rendah yaitu 0,03 persen.*dik