Denpasar (bisnisbali.com) –Tingginya kontribusi sektor pertanian dalam ekonomi Bali Nusa Tenggara (Nusra) menunjukkan bahwa lapangan usaha pertanian memiliki potensi sebagai pendorong pemulihan ekonomi di daerah tersebut. Bahkan presiden RI dalam pembukaan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) 2021, mengakui bahwa lapangan usaha pertanian memberikan kontribusi positif pada pencapaian tingkat inflasi yang stabil. Dalam pidato beliau selanjutnyua dinyatakan bahwa sektor pertanian adalah sumber pertumbuhan dalam menopang kebangkitan ekonomi pascapandemi Covid-19.
“Hal ini memberikan isyarat bagi kita bahwa kini saat yang tepat untuk mencurahkan kembali perhatian, daya dan upaya kepada sektor pertanian,” kata Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Bali pada saat memberikan sambutan di Webinar Transformasi Ekonomi Bali Nusra: Bali Nusra Menuju Pertanian 4.0 di Denpasar, Selasa (14/9).
Trisno memaparkan seperti diketahui bersama, dengan masih berlangsungnya pandemi Covid-19, kinerja ekonomi masih tertahan meskipun mulai menunjukkan pemulihan. Hal tersebut juga terjadi pada perekonomian di Bali Nusra. Sejak triwulan II 2020 hingga triwulan I 2021, ekonomi Bali Nusra mengalami kontraksi. Namun pada triwulan II 2021, mulai menunjukkan pemulihan dengan tumbuh 3,7 persen (yoy).
“Apabila dilihat secara spasial, waktu pemulihan berbeda di antara masing-masing provinsi. Ekonomi NTT sudah mulai tumbuh positif sejak triwulan I 2021, sedangkan ekonomi NTB dan Bali baru tumbuh positif pada triwulan II 2021,” katanya.
Karenanya Trisno mengajak agar momentum pemulihan ini perlu terus dijaga dan didorong dengan menggali potensi sumber-sumber pertumbuhan ekonomi. Untuk melihat potensi tersebut, maka perlu melihat karakteristik dari sektor pertanian di masing-masing provinsi di Bali Nusra. Sebab secara umum terdapat kemiripan dimana sektor pertanian menjadi salah satu penopang perekonomian di masing-masing provinsi.
Selain itu, sektor pertanian di Bali Nustra saling terkoneksi dan terintegrasi secara unik sehingga menjadikan Bali Nusra sebagai suatu wilayah yang memiliki ketahanan ekonomi yang tinggi.
Dicontohkan di NTB dan NTT, lapangan usaha pertanian menjadi penyumbang utama Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dengan pangsa masing-masing 23 persen dan 29 persen pada tahun 2020. Sementara itu, di Bali, lapangan usaha pertanian memiliki pangsa 15 persen terhadap PDRB tahun 2020, terbesar kedua setelah lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan-minum.
Apabila dilihat lebih rinci, struktur PDRB Bali Nusra untuk lapangan usaha pertanian terutama ditopang oleh peternakan dengan pangsa 28 persen, tanaman pangan 26 persen, perikanan 24 persen, tanaman hortikultura 11 persen serta tanaman perkebunan 8 persen.
Ia pun menyampaikan pentingnya peranan lapangan usaha pertanian dalam ekonomi Bali Nusra juga tergambar dari penduduk yang bekerja di sektor pertanian. Di Bali, 23 persen penduduk bekerja di sektor pertanian, sedangkan di NTB dan NTT, pekerja di sektor pertanian masing-masing sebesar 35 persen dan 54 persen. Saat ini, sektor pertanian memiliki peranan yang lebih penting yaitu menyerap tenaga kerja dari sektor industry dan sektor jasa yang kehilangan pekerjaan akibat terkena dampak pandemi Covid-19.
“Potensi sektor pertanian Bali Nusra juga bisa kita lihat dari sisi ekspornya. Pada tahun 2020, ekspor komoditas pertanian dan kelautan Bali Nusra memiliki pangsa 13,5 persen dari total ekspor wilayah ini, menurun dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 18,9 persen,” paparnya.
Berbagai komoditas pertanian khususnya produk kelautan yang menjadi penopang ekspor Bali Nusra antara lain adalah kepiting, udang, ikan tuna, mutiara dan rumput laut. Sedangkan komoditas pertanian lain adalah komoditas hortikultura yang antara lain adalah tanaman obat, buah-buahan, panili, kopi dan kakao. *dik