Denpasar (bisnisbali.com) –Bank Indonesia (BI) memaparkan mengenai visi Sistem Pembayaran Indonesia (SPI) 2025 akan mengarah ke beberapa hal. Ada kurang lebih lima visi kebijakan sistem pembayaran yang akan menjadi arahan BI. Seperti disampaikan Kepala Unit Kehumasan Kantor Perwakilan BI Bali, Remon Samora pada saat capacity building dengan tema Kebanksentralan kepada 216 orang mahasiswa Universitas Udayana, Universitas Pendidikan Ganesha, Universitas Pendidikan Nasional dan Universitas Warmadewa yang tergabung dalam komunitas mahasiswa penerima beasiswa Bank Indonesia, Generasi Baru Indonesia (Genbi).
Lima visi SPI 2025 tersebut di antaranya, pertama untuk mendukung integrasi ekonomi-keuangan digital nasional. Kedua, mendukung digitalisasi perbankan. Ketiga menjamin interlink antara fintech dengan perbankan. Keempat menjamin keseimbangan antara inovasi dengan consumers protection, integritas dan stabilitas serta persaingan usaha yang sehat, serta kelima menjamin kepentingan nasional dalam ekonomi keuangan digital antarnegara.
Tak hanya itu, Remon juga menjelaskan bahwa tugas klasik bank sentral diibaratkan seperti sebuah jantung yang bertugas untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Demikian pula bank sentral yang bertugas untuk memastikan uang layak edar beredar ke seluruh pelosok negeri dengan lancar. “Dalam perkembangannya, tugas bank sentral tidak hanya di bidang pengedaran uang saja,” katanya.
Peran BI terus mengalami evolusi dan perluasan, diantaranya sebagai kasir pemerintah, banker’s bank, otoritas moneter dan otoritas sistem keuangan. Sementara terkait inflasi, Remon menambahkan inflasi yang umumnya terjadi karena tiga faktor. Pertama, inflasi volatile food yang disebabkan oleh masalah komoditas bahan pangan, seperti gagal panen dan kendala distribusi. Kedua, inflasi administred price yang disebabkan oleh kebijakan pemerintah seperti kenaikan harga BBM, tarif listrik, serta penaikkan harga gas elpiji. Ketiga, inflasi inti yang dipengaruhi oleh faktor permintaan dan penawaran.
Selanjutnya, Remon turut memberikan penjelasan mengenai Loan to Value / Financing to Value (LTV/FTV) yang merupakan angka rasio antara nilai kredit/pembiayaan yang dapat diberikan oleh bank terhadap nilai agunan berupa properti atau hal lainnya pada saat pemberian kredit yang berdasarkan hasil penilaian terkini. “Salah satu bentuk penerapan kebijakan ini adalah peraturan BI No. 23/2/PBI/2021 yang memberikan kelonggaran uang muka hingga 0 persen untuk pembelian kendaraan bermotor dan property,” ujarnya.
Kegiatan yang dilakukan secara daring tersebut, dibuka oleh Ekonom Ahli Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, S. Donny H. Heatubun. Donny menyampaikan, kegiatan capacity building ini bertujuan untuk melengkapi kompetensi mahasiswa GenBI sebagai frontliner atau perpanjangan tangan BI dalam menyampaikan kebijakan kepada masyarakat.
Misalnya kebijakan BI yang baru saja dikeluarkan, yaitu peluncuran Standar Nasional Open API (SNAP) Pembayaran, uji coba interkoneksi QRIS dengan Thai QR Payment, serta kerja sama pemerintah dan BI dalam pembiayaan sektor kesehatan dan kemanusiaan sebagai dampak pandemi Covid-19. “Semua kebijakan yang diluncurkan BI tersebut berkaitan erat dengan tugas BI sebagai otoritas di bidang moneter, makroprudensial dan sistem pembayaran,” ucapnya.*dik