Harga Cabai Rawit di Petani Terjun Bebas

Harga cabai rawit di sejumlah petani di Kabupaten Tabanan terjun bebas saat ini. Betapa tidak, salah satu komoditi bahan pangan ini harganya anjlok menyentuh Rp 7.000 hingga Rp 8.000 per kilogram.

368
HASIL PANEN - I Ketut Aristana menujukkan hasil panen cabai rawit miliknya.

Tabanan (bisnisbali.com) – Harga cabai rawit di sejumlah petani di Kabupaten Tabanan terjun bebas saat ini. Betapa tidak, salah satu komoditi bahan pangan ini harganya anjlok menyentuh Rp 7.000 hingga Rp 8.000 per kilogram. Jauh turun dibandingkan posisi sebelumnya yang berada di level Rp 25.000 per kilogram dua bulan lalu, bahkan Rp 115.000 per kilogram pada enam bulan lalu.

Salah satu petani cabai rawit, I Ketut Aristana, asal Desa Batunya, Kecamatan Baturiti, Minggu (29/8) mengungkapkan harga cabai rawit memang tengah anjlok. Di petani hanya laku di kisaran Rp 7.000 sampai Rp 8.000 per kilogram, sedangkan di pasar induk (Pasar Baturiti) Rp 10.000 hingga Rp 11.000 per kilogram kualitas super. Tren penurunan harga ini sudah berlangsung sejak dua bulan terakhir yang terjadi secara bertahap hingga menyentuh ke posisi sekarang.

Menurutnya, penurunan harga cabai rawit ini sebagai dampak dari bertambahnya luasan tanam atau produksi, karena sebelumnya atau sekitar enam bulan lalu sempat menembus Rp 115.000 per kilogram. Seiring meningkatnya harga saat itu, banyak petani berlomba-lomba mengembangkan cabai rawit. Akibatnya, saat ini produksi banyak, namun permintaan pasar justru tetap bahkan turun dampak PPKM sehingga harga jadi anjlok.

“Pada saat harga cabai rawit mahal, saya baru kembali tanam. Tiga bulan setelah tanam, saya sempat menikmati harga panen mahal yaitu berada di kisaran Rp 70.000 per kilogram. Hanya, kondisi itu tidak lama, karena harga mengalami penurunan hingga saat ini,” tuturnya.

Aristana mengembangkan budi daya cabai rawit di lahan 25 are dari total luasan yang mencapai 50 are. Ia mampu menghasilkan 80-90 kilogram per minggu hasil dari total produksi 2.500 pohon. Saat ini dengan harga panen yang anjlok dikaitkan dengan biaya produksi selama budi daya yang mencapai Rp 6.000 per pohon (untuk biaya pemupukan dan obat tanaman), pihaknya tidak mengantongi keuntungan.

“Sebab, hitung-hitungan biaya tersebut belum termasuk jerih payah atau tenaga selama bekerja di kebun. Petani baru bisa dibilang untung jika harga cabai rawit di atas Rp 10.000 per kilogram,” kilah pria yang juga mengembangkan cabai lombok ini.

Menyikapi harga cabai rawit yang anjlok, pihaknya tetap fokus mengusahakan tanaman cabai rawit. Padahal dirinya memprediksi harga cabai rawit untuk beberapa bulan ke depan akan susah kembali menembus harga tertinggi seperti sebelumnya, akibat permintaan pasar yang turun dan dampak PPKM. Selain itu, pihaknya menjadi salah satu penerima bantuan bibit cabai dari pemerintah pusat yang disalurkan melalui Dinas Pertanian Kabupaten Tabanan.

Sementara itu, Plt. Kabid Tanaman Pangan Hortikultura Dinas Pertanian Tabanan, I Gusti Ngurah Ketut Wicahyadi, S.P., menyatakan sentra pengembagan tanaman cabai rawit dominan berada di tiga kecamatan, yakni Baturiti, Penebel dan Baturiti. Beberapa dilakukan secara mandiri, dan ada yang merupakan bantuan dari TP Mandiri dalam bentuk bibit dari pemerintah pusat mencapai 25 hektar.

Saat ini sentra budi daya cabai rawit tersebut beberapa memasuki musim panen, sehingga mungkin menjadi menyumbang penurunan harga, selain akibat dari menurunnya permintaan pasar. “Pembatasan kegiatan masyarakat termasuk adat di tengah pemberlakukan PPKM, tentunya berdampak pada menurunnya permintaan pasar. Di satu sisi jumlah produksi meningkat karena luasan tanam juga bertambah,” kilahnya. *man