Kuota NPK Bersubsidi Hanya Cukup untuk Dua Bulan

Stok pupuk bersubsidi di Kabupaten Tabanan khususnya untuk kebutuhan jenis NPK hanya mampu memenuhi kebutuhan dua bulan ke depan.

172
RAWAT - Petani melakukan penyemprotan sebagai salah satu upaya merawat tanaman padi.

Tabanan (bisnisbali.com) – Stok pupuk bersubsidi di Kabupaten Tabanan khususnya untuk kebutuhan jenis NPK hanya mampu memenuhi kebutuhan dua bulan ke depan. Persediaan pupuk tersebut dipastikan tidak mampu memenuhi kegiatan musim tanam yang akan dimulai pada Oktober mendatang.

Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Dinas Pertanian Tabanan I Gusti Putu Wiadnyana mengungkapkan, kuota pupuk bersubsidi yang dialokasikan rata-rata sudah terserap di atas 50 persen. Bahkan, di sejumlah kecamatan serapan pupuk bersubsidi jenis NPK telah 70-80 persen, sehingga dilakukan realokasi dengan memanfaatkan stok pupuk yang masih tersisa di kecamatan lainnya.

“Saat ini untuk menutupi kebutuhan NPK di sejumlah kecamatan, kami masih menyiasati dengan melakukan realokasi antarkecamatan saja. Kami belum mengajukan ke provinsi untuk meminta tambahan dengan melakukan realokasi pupuk antarkabupaten,” tuturnya, Kamis (28/7).

Menurutnya, mengamankan kebutuhan pupuk bersubsidi antarkecamatan sifatnya hanya untuk memenuhi kebutuhan sementara waktu atau hingga dua bulan ke depan. Untuk memenuhi kebutuhan setelah dua bulan, terlebih untuk mencukupi kebutuhan pupuk pada musim tanam yang akan dimulai Oktober, mau tidak mau pihaknya akan minta tambahan alokasi ke provinsi. “Kami akan lakukan komunikasi dengan provinsi untuk meminta tambahan lagi. Secara umum kebutuhan pupuk bersubsidi pada akhir tahun nanti cukup besar karena merupakan musim tanam padi,” ujar Putu Wiadnyana.

Sementara itu, Ketua Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Tabanan Ir. I Nengah Mawan mengatakan, saat ini kebutuhan pupuk di sejumlah petani di Tabanan masih mencukupi. Kondisi tersebut sejalan dengan kesadaran sejumlah petani yang kini tidak sepenuhnya hanya bergantung dari ketersediaan kuota pupuk bersubsidi yang diberikan pemerintah. Terlebih lagi pemerintah telah menurunkan batas pemberian kuota dari sebelumnya. Kini, petani hanya mendapatkan 1 kuintal per hektar.

“Sebenarnya petani berharap pemenuhan tanam sepenuhnya dari pupuk bersubsidi. Akan tetapi karena kekurangan dalam budi daya, terpaksa mereka membeli pupuk nonsubsidi yang harganya jauh lebih mahal daripada pupuk subsidi,” kilahnya.

Guna memastikan kebutuhan pupuk untuk kebutuhan tanam padi mencukupi, pihaknya melalui program desa melakukan terobosan dalam bentuk agro solution (solusi pertanian) yang dikelola oleh BUMDes. Artinya, untuk menutupi kekurangan alokasi kuota pupuk bersubsidi, petani di Desa Gubug diberikan pupuk nonsubsidi untuk memenuhi kebutuhan tanam dengan menggandeng pihak ketiga. Setelah panen, petani membayarkan pupuk yang telah digunakan tersebut.

Dari segi biaya, penggunaan pupuk nonsubsidi memang cukup mahal. Contohnya, pupuk NPK harganya mencapai Rp 200 ribu per 25 kilogram, sedangkan urea bisa menembus Rp 300 ribu bahkan lebih per satu sak untuk satu musim tanam. “Mereka umumnya tidak keberatan daripada bingung menutupi kebutuhan pupuk akibat pengurangan alokasi pupuk bersubsidi oleh pemerintah. Sebab, rata-rata untuk urea saja petani membutuhkan pupuk minimal hingga 2 kuintal per hektar,” jelas Nengah Mawan yang juga Perbekel Desa Gubug. *man