Denpasar (bisnisbali.com) – Pertumbuhan ekonomi secara nasional pada triwulan II 2021 diperkirakan positif 2-4 persen atau keluar dari zona resesi. Kendati demikian perlu diwaspadai naiknya kasus harian pasca-Lebaran yang menjadi tantangan pertumbuhan ekonomi triwulan III.
Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira saat dihubungi, Rabu (16/6) mengatakan, tantangan muncul pascaLebaran berupa naiknya kasus harian Covid-19 di beberapa kota, dikhawatirkan memicu adanya pengetatan mobilitas penduduk. Tantangan tersebut memicu turunnya optimisme konsumen. Dari eksternal ada situasi taper tantrum atau normalisasi kebijakan moneter negara maju yang menekan kurs rupiah, kemudian belanja pemerintah penyerapan tidak optimal karena pemerintah ingin menurunkan tingkat defisit APBN. “Artinya dana stimulus bisa berkurang signifikan,” katanya.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) ini pun menyampaikan, pertumbuhan ekonomi pada triwulan II tumbuh karena ditopang dari pembayaran THR secara penuh, dan kepercayaan konsumen yang membaik. Indeks keyakinan konsumen pada Mei 2021 tercatat 104,4 yang berarti di atas level optimis. Produksi manufaktur kian bergeliat ditunjukkan PMI Manufaktur yang berada di level 55,3 pada Mei. Kinerja neraca dagang melanjutkan surplus sebesar 2,3 miliar dolar AS pada Mei menandakan kenaikan harga komoditas seperti minyak, pertambangan dan perkebunan membantu sisi ekspor.
Kendati demikian Bhima Yudistira mengatakan vaksinasi punya dampak membuat masyarakat optimis melakukan aktivitas di luar rumah baik ke pusat perbelanjaan maupun ke kantor. “Tapi perjalanan untuk mencapai target herd immunity masih relatif panjang,” paparnya.
Untuk itu ia mengimbau fokus lakukan 3T test, tracing dan treatment untuk menurunkan penularan kasus Covid-19. Diakui penerapan protokol kesehatan (prokes) mungkin terdengar klise, tapi cara efektif adalah kembali ke titik di mana kasus harian bisa turun pada Februari-April 2021 lalu yaitu prokes dengan 3T.
Ia pun berharap kepada pemerintah terkait kebijakan pajak sebaiknya tidak agresif, dan perhatikan momentum daya beli masyarakat. “Ini konsumsi mulai pulih, tapi sudah resah dengan kebijakan PPN sembako dan perluasan objek pajak pada layanan pendidikan maupun kesehatan. Itu sebaiknya tidak dilakukan dulu,” tegasnya. *dik