Denpasar (bisnisbali.com) –Kuota rumah subsidi yang diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang diberikan dalam bentuk pembiayaan yang disebut FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) di Bali diprediksi di ambang habis pada Agustus mendatang. Para pengembang perumahan berharap pemerintah bisa menambah kuota rumah subsidi.
Ketua DPD REI Bali, I Gede Suardita di Denpasar baru-baru ini menyampaikan bila dibandingkan dengan penjualan rumah subsidi pada 2020, maka berdasarkan data statistik perbankan pada 2021 ini jumlah pembeli dan realisasi rumah subsidi mengalami peningkatan sekitar 20 persen.
Naiknya permintaan masyarakat diprediksi karena mulai beradaptasi dengan new normal dan bangkitnya sektor-sektor perekonomian di luar pariwisata. Selain itu, rumah subsidi merupakan yang masih realistis untuk terjual di masa pandemi. “Tingginya animo masyarakat dan pengembang yang banyak beralih ke sektor rumah bersubsidi di era pendemi Covid-19 ini, tidak terasa kuotanya ternyata diprediksi pada Agustus diambang habis,” katanya.
Kuota yang hampir habis ini, diakui pengembang asal Tabanan ini menjadi permasalahan ke depannya. Oleh karena itu, ia berharap pemerintah mudah-mudahan mau menambah kuota rumah subsidi di Bali. Kuota rumah subsidi secara nasional diakuinya pada 2021 di kisaran 156.000 atau hampir dua kali lipat dari kuota 2021. Kuota di Bali sendiri di kisaran 10 persen dari total nasional.
Wilayah penjualan untuk rumah subsidi di Bali di antaranya Tabanan, Buleleng, Karangasem, Negara dan Klungkung. Dari sekian kabupaten, tercatat demand tertinggi berada di wilayah Tabanan dan Buleleng. Rumah subsidi kian banyak diminati karena selain murah yang saat ini di kisaran Rp168juta juga ada beberapa fasilitas kemudahan seperti uang muka hanya 1 persen, bunga 5 persen, subsidi untuk uang muka dari pemerintah sebanyak Rp 4 juta. Diakui umumnya harga rumah subsidi naik sekitar 8 persen setiap tahun. Diduga karena pandemi, untuk tahun 2021 belum ada kenaikan harga.
Disinggung apabila seandainya permasalahan kuota rumah FLPP tidak bertambah, Suardita menerangkan maka otomatis kembali ke suku bunga normal. Dengan diberhentikannya subsidi sejumlah 5 persen itu pengaruhnya sangat terasa bagi MBR. Misal saat ini biaya angsuran di Bali itu rata-rata Rp 1 juta per bulan maka jika dicabut bisa mencapai 1,3 juta-Rp1,5 juta per bulan. Kenaikan Rp 300 ribu tentu sangat terasa bagi MBR di tengah kondisi saat ini.*dik