Tabanan (bisnisbali.com) – Para peternak memprediksi akan terjadi kelangkaan telur ayam di pasaran dalam beberapa bulan ke depan. Meski demikian, kondisi tersebut tak akan signifikan berdampak pada melonjaknya harga telur ayam.
Salah seorang peternak ayam petelur di Desa Buruan, Tabanan, Darma Susila, Minggu (2/5), mengungkapkan, pasokan telur ayam berpotensi menurun, bahkan langka. Hal ini diakibatkan banyaknya peternak yang terpaksa melakukan afkir atau mengurangi produksi demi mempertahankan usaha. Bahkan, cukup banyak peternak yang sudah kolaps.
“Sekarang posisi peternak hanya untuk bertahan dan salah satu upaya dilakukan adalah terpaksa mengafkir ayam lebih awal. Dampaknya, bulan depan berpotensi akan terjadi kekurangan suplai telur ke pasaran,” tuturnya.
Menurutnya, potensi kelangkaan telur ayam ini dipicu kian mahalnya produksi, khususnya menanggung biaya pakan pabrikan yang makin mahal. Ironisnya lagi, selama ini upaya memanfaatkan pakan alternatif untuk menyikapi mahalnya pakan pabrikan dengan mencampur pakan sendiri juga terkendala kenaikan harga jagung. Seperti diketahui, jagung merupakan salah satu bahan baku olahan pakan campuran.
Dia menduga, kebijakan pemerintah melarang impor jagung dengan tujuan agar produksi di dalam negeri bisa terserap pada musim panen saat ini justru dimanfaatkan spekulan dengan membeli jagung di tingkat petani di antaranya di Sumbawa dan Lombok sebagai sentra penghasil jagung, berbarengan dengan pihak pabrikan pakan yang juga menyerap jagung besar-besaran untuk memenuhi kebutuhan stok produksi tiga bulan ke depan. “Ada banyak pemain atau spekulan dari Jakarta yang bermain dengan membeli jagung di petani, kemudian mereka yang mendistribusikan langsung ke pabrik pakan. Di sisi lain pabrikan pastilah menyerap jagung yang dijual oleh spekulan tersebut karena tidak diizinkan impor saat ini,” ujarnya.
Tindakan spekulan jagung ini membuat pemasaran di hilir terhambat. Alhasil, kalangan peternak secara umum, baik ayam petelur maupun peternak ayam pedaging yang menggunakan bahan baku jagung sebagai pakan alternatif menjadi kesulitan mendapatkan bahan baku. Selain langka, harga jagung juga telah naik menjadi Rp 6.000 per kg. Di sisi lain, harga pakan komplit atau pakan pabrikan naik dari Rp 5.000 per kg menjadi Rp 6.500 per kg.
Lebih lanjut dia menyampaikan, lonjakan harga bahan baku ini membuat BEP telur menjadi Rp 1.300 per butir. Sedangkan, harga telur di kandang atau di tingkat peternak hanya Rp 1.200 per butir dan terus menurun karena permintaan pasar yang lesu. Peternak pun di ambang kebangkrutan. Sebab, biaya produksi yang naik tidak serta merta berdampak pada harga hasil produksi di pasaran, terlebih lagi telur ini menjadi salah satu komoditi yang dikendalikan oleh pemerintah atau sama seperti beras, sehingga kecil kemungkinan harga akan melonjak termasuk jika terjadi kelangkaan telur nantinya. *man