Denpasar (bisnisbali.com) – Tingginya harga cabai di pasaran yang kini di atas Rp100.000 per kg disebabkan kendala diproduksi akibat pengaruh musim hujan. Namun dalam kondisi ini petani justru mendapatkan harga bagus, meski tidak banyak yang mampu diproduksi.
Salah seorang petani hortikultura asal Desa Goblek, Buleleng, Gede Suardika, Kamis (18/3), mengatakan saat ini memang banyak kendala dalam produksi cabai. Ditemui di Denpasar, ia menjelaskan, musim hujan membuat buah cabai mudah rontok sehingga panen pun tidak maksimal. Selain itu, pohon cabai juga mengalami layu, yang membuat sulit untuk memproduksi buah.
Hal ini membuat produksi sangat rendah, sehingga harga pun menjadi mahal. “Dari segi produksi masih bisa dilakukan, namun tidak maksimal. Tidak banyak yang bisa dipanen,” terangnya.
Disinggung soal alternatif lain yang bisa dilakukan saat musim hujan, Suardika menyebut, bisa diatasi dengan menggunakan penutup tanaman. Namun hal ini membutuhkan biaya yang banyak, dan jarang petani mau menggunakannya. “Ada yang melakukan itu, cuma ga semua,” ujarnya sembari mengakui dirinya pun belum menggunakan metode itu.
Terkait pemasaran, Suardika menyatakan, tidak ada kendala. Bahkan dia kekurangan produk untuk memenuhi permintaan pasar. Demikian pula dalam segi harga, petani saat ini mendapatkan harga bagus. Harga jual cabai khususnya cabai rawit di petani mencapai Rp 90.000 hingga Rp 100.000 per kg, tergantung dari kualitas. Harga ini mampu memenuhi biaya produksi, meski panen yang dilakukan tidak maksimal.
Suardika yang sudah 10 tahun menjadi petani hortikultura mengakui, kondisi seperti saat ini sudah menjadi agenda rutin setiap tahunnya. Musim hujan sudah dipastikan mempengaruhi produksi cabai dan memberikan harga tinggi. Fluktuasi harga cabai sudah sering dialaminya. Bahkan dia mengaku pernah merugi hingga Rp 60 juta akibat anjloknya harga jual di pasaran. *wid