Denpasar (bisnisbali.com) –Cuaca yang tidak pasti kerap mengganggu tingkat produksi dan distribusi dari daerah pemasok menuju daerah yang dipasok. Oleh karena itu, diperlukan langkah antisipasi yang tepat agar dapat menjaga stabilitas harga dan ketersediaan bahan pokok di Bali.
Ke depannya, diperlukan langkah-langkah antisipatif untuk menghadapi permasalahan tersebut. Terlebih pada Maret ini terdapat perayaan hari besar keagamaan yaitu hari raya Nyepi dan Isra Miraj serta Galungan dan Kuningan pada April yang akan datang. Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Bali Trisno Nugroho mengatakan, bank sentral merekomendasikan sejumlah kebijakan untuk pengendalian inflasi ke depan.
Rekomendari ada lima yaitu, pelaksanaan program pengendalian inflasi sesuai kewenangan OPD dengan tetap mematuhi protokol kesehatan Covid-19. Kedua, tim pengendalian inflasi daerah (TPID) menjamin kecukupan pasokan, kestabilan harga dan kelancaran distribusi sebelum pelaksanaan hari raya. Ketiga, mendorong kerja sama antardaerah. Keempat, mendorong pembentukan BUMD pangan. “Kelima, pemanfaatan aplikasi digital dalam teknologi pertanian, pemantauan harga dan penjualan hasil pertanian,” kata Trisno yang juga Wakil Ketua TPID Bali ini.
Ia menyampaikan, saat perayaan Nyepi lalu misalnya, ada empat komoditas yang perlu dicermati ialah telur ayam ras, bawang merah, cabai merah dan cabai rawit. Hal ini terutama disebabkan oleh periode perayaan Nyepi yang berlangsung pada triwulan I yaitu ketika pasokan barang masih belum optimal akibat curah hujan yang tinggi, serta peningkatan permintaan menjelang hari raya.
Sementara, perkembangan harga cabai rawit dan daging babi masih terus mengalami tren yang meningkat, seiring dengan keterbatasan pada kedua pasokan tersebut. Oleh karenanya ia berharap Kabupaten Jembrana dapat berfokus pada sektor pertanian dan mendorong industri pengolahan dengan mengembangkan hilirisasi produk pertanian. Hal ini dapat memberikan nilai tambah pada produk pertanian sehingga akan meningkatkan daya jual atau daya saing komoditas ekspor, seperti padi, kakao dan ikan, yang tentunya akan berdampak pada perekonomian kabupaten Jembrana.
Berdasarkan kinerja ekonomi Jembrana, di tahun 2020 tercatat tumbuh sebesar -4,96 persen (yoy), mengalami perlambatan dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi pada tahun sebelumnya yang sebesar 5,56 persen. Lapangan usaha utama perekonomian Jembrana adalah pada sektor pertanian sebesar 21,81 persen, transportasi (14,42 persen) dan akmamin (12,27 persen).
Senada dengan asesmen BI, Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Jembrana, I Wayan Sutama mengatakan, wabah virus African Swine Flu (ASF) pada ternak babi masih berpengaruh terhadap keterbatasan pasokan komoditas daging babi di pasar. Sementara, curah hujan yang tinggi membuat pasokan cabai rawit terganggu. Upaya pemerintah Jembrana berupa pemberian bibit cabai kepada masyarakat dinilai belum mampu menekan laju kenaikan harga cabai rawit.*dik