Denpasar (bisnisbali.com) –Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 8 Bali Nusa Tenggara menyatakan, dari sisi tingkat kesehatan bank perkreditan rakyat (BPR) di Bali sebenarnya tidak ada masalah. Tata kelola yang tidak baik cenderung membuat BPR menjadi bermasalah dan akhirnya dilikuidasi.
Kepala OJK Regional 8 Bali Nusa Tenggara, Giri Tribroto, Kamis (4/3) kemarin, mengatakan bila melihat lihat rasio modal dan likuiditas, tahun 2020 rata-rata rasio modal BPR di Bali 38,42 persen sedangkan rasio likuiditas 14,69 persen. “Artinya, rata-rata tingkat kesehatan BPR di Bali tidak bermasalah, meskipun saat ini tingkat NPL 7,6 persen. Ini pun sudah menunjukkan penurunan dibanding tahun sebelumnya,” katanya.
Menurutnya, karakteristik BPR di Bali selama ini memang merupakan bank milik keluarga, sehingga sumber modalnya menjadi terbatas dan hanya mengandalkan dividen yang tidak dibagi. Baru belakangan ini saja sudah mulai ada investor-investor baru yang membawa modal segar ke BPR-BPR untuk menambah ketentuan pemenuhan modal inti minimum.
Risiko BPR hampir sama dengan risiko bank umum, jadi tidak ada istilah BPR lebih mudah goyah, karena sebagian besar BPR di Bali yang memiliki struktur modal yang kuat dan sehat. “Apalagi ada penjaminan dari LPS, masyarakat tidak perlu khawatir menyimpan dananya di BPR,” ujarnya.
Giri menegaskan, khusus untuk BPR yang baru saja dilikuidasi, disebabkan oleh tata kelola yang tidak baik. “Kepada masyarakat yang menyimpan dana di BPR tersebut, saya imbau tetap tenang karena saat ini prosesnya sudah ditangani oleh LPS,” paparnya. Dia menegaskan, sesuai ketentuan penjaminan, semua dana masyarakat yang disimpan di BPR tersebut dijamin oleh pemerintah dan akan dibayarkan melalui LPS. *dik