Sebagian Pengusaha Belum Tahu Kriteria Penerima ’’Soft Loan”

Pinjaman lunak atau soft loan yang diajukan Bali diharapkan dapat membiayai pemulihan pariwisata yang kini dalam kondisi SOS akibat pandemi Covid-19.

608

Denpasar (bisnisbali.com) –Pinjaman lunak atau soft loan yang diajukan Bali diharapkan dapat membiayai pemulihan pariwisata yang kini dalam kondisi SOS akibat pandemi Covid-19. Namun, pelaku usaha di Bali masih banyak yang belum tahu mekanisme mendapatkan soft loan yang saat ini masih dalam tahap pembicaraan di pusat.

Terkait hal itu Kepala Perwakilan Bank Indonesia Bali (BI) Bali, Trisno Nugroho di Denpasar, Kamis (25/2) kemarin, menerangkan berdasarkan informasi terkait soft loan, jumlah pinjaman yang diajukan sebesar Rp 9,4 triliun. Nantinya, penempatan dana dilakukan dengan pola channeling melalui Bank BPD Bali, bank Himbara dan atau BPR milik pemerintah daerah dengan mempertimbangkan untuk memudahkan penyaluran kredit. “Itu mengingat bank-bank tersebut telah menjadi mitra pengusaha pariwisata dan sektor pendukung pariwisata lainnya di Bali sehingga telah mengetahui track record kredit pengusaha tersebut,” katanya.

Sementara itu, kriteria penerima pinjaman adalah pengusaha-pengusaha lokal atau memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) Provinsi Bali di sektor pariwisata dan sektor pendukung pariwisata lainnya. Bidang usaha dimaksud di antaranya hotel, restoran, biro perjalanan wisata, penyedia daya tarik wisata dan transportasi wisata serta lain-lain yang terkena dampak pandemi Covid-19.

Trisno juga menyebutkan, plafond pinjaman kepada masing-masing pengusaha sebesar maksimal sesuai kontribusi pengusaha terhadap pajak (PHR, PPN, pajak hiburan) di tahun 2019. Untuk jangka waktu pinjaman direncanakan selama maksimal 10 tahun dengan grace period kelonggaran pembayaran angsuran pokok dan bunga selama dua tahun dan dapat diperpanjang menjadi tiga tahun apabila kondisi pariwisata setelah tahun kedua belum pulih minimal 50 persen dari kondisi normal. “Suku bunga maksimal sebesar 3 persen per tahun di mana bunga pada masa grace period di akumulasikan pada tahun-tahun berikutnya,” paparnya.

Sedangkan untuk persyaratan penerima pinjaman, kata Trisno, terbagi atas beberapa syarat. Pertama, harus mendapatkan rekomendasi dari instasi terkait dan asosiasi yang menaungi usaha tersebut. Kedua, merupakan perusahaan yang terdampak pandemi dan assessment kelayakan pemberian kredit didasarkan atas kinerja perusahaan tahun 2019 dan kualitas kredit 1 (lancar) atau 2 (DPK) pada akhir Februari 2020 serta tidak masuk daftar hitam nasional. Ketiga, pinjaman hanya digunakan untuk modal kerja yang tidak dapat digunakan untuk melunasi atau mengangsur pinjaman di bank atau perusahaan pembiayaan. Disinggung agunan, ia menyebutkan jaminan atau agunan menggunakan aset fisik yang telah diagunkan di bank saat ini untuk memudahkan penilaian.

Sebelumnya, Ketua Umum BPD Hipmi Bali, Pande Agus Permana Widura mengatakan, pihaknya menyambut positif Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia, Sandiaga Salahuddin Uno yang saat ini tengah memperjuangkan soft loan bagi pelaku usaha pariwisata di Pulau Dewata yang rencananya senilai Rp 9,9 triliun dengan menggunakan skema penempatan uang negara di perbankan. “Terpenting, distribusi soft loan itu secara merata dan berkeadilan,” paparnya.

Mantan Ketua DPD ReI Bali ini menilai, solusi terbaik dari pendistribusian soft loan adalah memangkas jangka waktu pemberian subsidi bunga. Jika pemerintah membijaksanai subsidi jangka panjang hingga 10 tahun, Hipmi Bali berharap hal itu dapat dilakukan hanya untuk 2 atau 3 tahun pinjaman.

Sedangkan untuk sisa masa pinjaman, pemerintah bisa memberlakukan suku bunga normal. Langkah itu dianggap sebagai solusi agar soft loan ini bisa terdistribusi secara merata. Ia mengkhawatirkan bila tenornya 10 tahun dan subsidi bunganya juga sampai 10 tahun maka tidak semua pengusaha bisa menikmati soft loan ini. “Untuk pemerataan distribusi, pemerintah bisa menggandeng seluruh organisasi profesi. Tujuannya untuk validasi data seluruh pelaku usaha di Bali,” ucapnya. *dik