Dipertanyakan, Kemampuan Bank Eksekusi Gelontoran Likuiditas

Kalangan bankir diharapkan mampu mengesekusi limpahan gelontoran likuiditas yang masuk ke perbankan.

177
UANG – Seorang petugas bank tengah menghitung uang.(photo by eka adhiyasa)

Denpasar (bisnisbali.com) – Kalangan bankir diharapkan mampu mengesekusi limpahan gelontoran likuiditas yang masuk ke perbankan. Sebab, Bank Indonesia (BI) telah menyuntikkan likuiditas ratusan triliun rupiah ke perbankan.

Pengamat perbankan, I.B. Kade Perdana, di Renon, Kamis (4/2), mempertanyakan mampukah para bankir mengeksekusi limpahan likuiditas perbankan yang dilimpahkan dari dua sisi. Baik itu dari sisi fiskal policy yang digelontorkan pemerintah maupun yang bersumber dari anggaran penanganan Covid-19.

“Dari kebijakan moneter oleh BI sebagai lembaga makro prudensial melalui kebijakan quantitative easing (QE) yang masing-masing nyaris sama mencapai kisaran Rp700 triliun. Secara total menjadi Rp 1.400 triliun suatu jumlah yang sangat fantastis dan luar biasa,” katanya.

Mantan Dirut Bank Sinar Jreeng ini mengibaratkan, manusia memiliki makanan yang berlimpah dan bergizi tetapi mampukah berbagi menyehatkan diri dan lingkungannya. Jangan sampai gampang cari dana, tapi sulit mengeluarkan kredit.

Ia tidak memungkiri, meski sektor keuangan dinilai stabil tapi bank-bank menderita disfungsi intermediasi di saat suku bunga terendah sepanjang sejarah. Untuk itu, diharapkan para bankir berani dan mau berinovasi dan kreatif menerapkan cara-cara extraordinary sesuai dengan kondisi yang tidak biasa atau luar biasa yang disebut kondisi extraordinary sesuai dengan Instruksi Presiden Joko Widodo.

“Kami berharap para bankir berani mengorbankan kebiasaan lama yang telah menjadi budaya sudah terbiasa menerapkan rezim suku bunga tinggi. Dalam situasi extraordinary bisa mengakhirinya dengan menerapkan suku bunga rendah ini yang paling menjadi harapan dari para pengusaha,” paparnya.

Ketua Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) Bali Nusra ini mengatakan, keluhan para pelaku bisnis hingga saat ini apalagi di musim pandemi dan extraordinary, masih ada bankir yang belum sepenuhnya memiliki sense of crisis, belum menerapkan kebijakan dengan cara extraordinary, masih menghitung hitung net interest margin (NIM) dan masih fokus menghitung untung-rugi tidak berani berkorban deviden dan tetap masih berharap tinggi penerimaannya. *dik