Denpasar (bisnisbali.com) – Defisit atau backlog perumahan di Bali masih tergolong tinggi sehingga pasar properti di daerah ini masih berpeluang untuk digarap pada 2021. Untuk pasar rumah subsidi, DPD REI Bali misalnya, menargetkan bisa terpenuhi hingga 5.000 unit.
“Harapan kita properti bisa rebound. Kita akumulasi dengan 5.000 unit rumah subsidi karena backlog perumahan di Bali itu kalau tidak salah sekitar 15.000 pada tahun 2020,” kata Ketua DPD REI Bali, I Gede Suardita, di Denpasar, Rabu (3/2).
Ia mengatakan, potensi tersebut dengan melihat lahan-lahan yang dikembangkan masih tetap ada. Permintaan dengan penawaran seimbang. Tidak hanya itu, permintaan lebih banyak di rumah subsidi karena suplainya terbatas akibat harga lahan. Karena itu, pengembangan rumah subsidi untuk sementara hanya bisa dilakukan di lima kabupaten, yaitu Tabanan, Buleleng, Jembrana, Karangasem, dan Klungkung.
Suardita pun menerangkan, saat ini pemerintah menerapkan tiga sistem pengaman dalam menjaga mutu rumah subsidi. Tiga sistem pengaman itu juga membuat penunjukan pengembang rumah subsidi lebih selektif. Ada tiga pengaman sistemnya dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat melalui Pusat Pengelolaan dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP). Ada Sikumbang (Sistem Kumpulan Pengembang) yang dengan sistem ini, pengembang akan diseleksi. Kemudian ada SiKasep (Sistem Informasi KPR Subdisi Perumahan) khusus untuk pengelompokan ke konsumen. “Pada 2021 ini ada SiPetruk (Sistem Pemantauan Konstruksi), khusus untuk mengawasi kualitas bangunan yang dibangun oleh pengembang tersebut,” jelasnya.
Oleh karena itu, pengembang yang bisa membuat rumah bersubsidi sekarang diseleksi ketat, tidak seperti dulu yang terkesan bebas. “Ada punishment-nya kalau tidak bisa dijalankan,” imbuhnya.
Dia pun menyebutkan, di luar rumah subsidi pun masih menunjukkan ada perbaikan. Rumah komersial masih ada peminatnya. Peminat rumah komersial nonsubsidi karena sekarang bisa membeli properti di Bali dengan diskon yang cukup besar. Diskon yang diberikan pengembang rata-rata di angka 30 sampai 40 persen. Kebijakan potongan harga tak dipungkiri menjadi strategi pengembang untuk menjaga sirkulasi keuangan perusahaan.
Peminat rumah komersial dengan kisaran di atas Rp 500 juta, kata Suardita, sebagian besar berasal dari konsumen Jakarta dan Surabaya. Meski demikian, DPD REI Bali mencatat adanya penurunan transaksi properti secara kredit. Kondisi itu akibat banyaknya pengajuan KPR yang mengalami penundaan oleh perbankan. Bila dikomparasi dengan tahun 2019, transaksi KPR rumah komersial tahun 2020 turun hingga 50 persen.*dik