Tabanan (bisnisbali.com) – Nasib para peternak ayam petelur di Kabupaten Tabanan makin suram. Betapa tidak, di saat harga panen yang menurun dengan berada di level Rp 1.100 per butir, kini peternak dihadapkan lagi dengan kenaikan harga pakan pabrikan yang rencananya mulai berlaku pada 1 Februari mendatang.
Peternak ayam petelur di Desa Buruan, Tabanan, Darma Susila, Selasa (26/1), mengungkapkan, saat ini peternak ayam petelur berada dalam kondisi yang sangat terpukul. Lantaran, harga telur di tingkat peternak yang terus bergerak turun ke level Rp 1.100 butir, bahkan kondisi tersebut berpotensi terus akan bergejolak turun dengan menyentuh kisaran Rp 900 per butir seiring dengan lesunya serapan pasar saat ini.
“Harga telur ini berpotensi akan bergerak turun karena stok barang di tingkat peternak terus menumpuk seiring dengan lesunya tarikan pasar. Di sisi lain, peternak juga tidak bisa menahan stok terlalu lama karena lebih dari seminggu kualitas telur sudah tidak baik atau menjadi busuk,” tuturnya.
Menurutnya, kondisi kalangan peternak ayam petelur yang sudah terpukul dengan anjloknya harga jual, nantinya akan menjadi lebih ironis lagi karena pihak pabrikan pakan sudah menginformasikan perihal rencana naiknya kembali harga pakan per 1 Februari nanti. Harga pakan naik Rp 100 per kg dari posisi harga sebelumnya, sedangkan konsentrat naik Rp 200 per kg dari harga sebelumnya.
Jika rencana tersebut jadi terealisasi, maka harga pakan pabrikan untuk tahun ini sudah mengalami lonjakan dua kali. Pertama, terjadi pada 4 Januari lalu, harga naik Rp 300 per kg dari harga sebelumnya dan konsentrat naik Rp 300 per kg dari harga sebelumnya. Lanjut lonjakan kedua akan terjadi pada awal Februari nanti.
Guna bertahan menyikapi kembali melonjaknya biaya produksi, peternak hanya bisa melakukan pemangkasan produksi. Dari pemangkasan tersebut memang dari segi hitung-hitungan akan rugi karena investasi kurang maksimal. Tapi jika bertahan dengan jumlah populasi yang ada, akan menyebabkan kerugian lebih besar lagi karena biaya produksi yang ditanggung cukup mahal.
Dia memprediksi, penurunan populasi sekaligus produksi ini akan membuat antara permintaan dan ketersediaan telur di pasaran menjadi berimbang. Tapi dampak buruknya nanti, produksi yang menurun ini berpotensi ketika permintaan pasar akan telur ini kembali normal akan terjadi lonjakan harga yang tidak terkendali dan kenaikan itu akan berlangsung lama seiring dengan kembali normalnya produksi di kalangan peternak.
Lebih lanjut Darma Susila menilai, lonjakan harga pakan pabrikan ini merupakan dampak pandemi Covid-19 yang juga terjadi di negara pemasok bahan baku pakan. Hal itu seiring dengan berkurangnya aktivitas produksi di tengah kondisi pandemi, sehingga mempengaruhi turunnya volume produksi yang dihasilkan dari kondisi sebelumnya. Selain itu, dipengaruhi distribusi barang di tengah pandemi dari negara produsen yang tidak semulus dibandingkan sebelumnya, sehingga mengakibatkan biaya meningkat.*man