Bisnis Transportasi di Masa Pandemi, Begini Kondisinya

Tidak bisa dipungkiri Bali sangat bergantung dengan pariwisata, terlebih mancanegara.

403
TERMINAL – Seorang penumpang menunggu bus di Terminal Mengwi. Pembatasan aktivitas dan tingginya biaya tes kesehatan membuat masyarakat enggan bepergian ke luar daerah.

Denpasar (bisnisbali.com) – Tidak bisa dipungkiri Bali sangat bergantung dengan pariwisata, terlebih mancanegara. Perekonomian pun terpuruk di tengah pandemi Covid-19. Berbagai jenis usaha bidang pariwisata termasuk pendukungnya terdampak signifikan, bahkan mati. Tak terkecuali, jasa transportasi.

Usaha jasa transportasi misalnya yang saat ini sudah tidak bisa berkutik. Ketua Organda Provinsi Bali I Ketut Eddy Dharma Putra, Selasa (26/1), mengatakan, kondisi tranportasi di Bali sangat memprihatinkan. Mulai dari transportasi pariwisata yang di Bali sangat bergantung pada wisatawan mancanegara yang sudah tidak ada pergerakan. Demikian juga pengalihan kendaraan untuk kegiatan tirta yatra tidak bisa dilakukan di tengah pandemi saat ini.

“Untuk transportasi pariwisata tidak bisa bergerak saat ini. Bali sangat berharap dari wisatawan mancanegara, berbeda halnya di luar Bali seperti Yogya yang masih bisa hidup karena mengandalkan wisatawan domestik,” ungkapnya.

Bahkan, momen liburan akhir tahun lalu juga tidak bisa memberi harapan bagi pelaku usaha tranportasi pariwisata di Bali. Hal tersebut dikarenakan wisatawan domestik kebanyakan menggunakan kendaraan sendiri serta tidak banyak rombongan yang datang, melainkan hanya kelompok kecil yang cukup dengan bus kecil.

Tidak hanya transportasi pariwisata, transportasi antar kota antar provinsi (AKAP), dikatakannya, juga terpuruk. Ibarat hidup enggan mati tak mau. Hal tersebut dikarenakan kecilnya mobilitas masyarakat saat ini untuk berpergian ke luar daerah dan tingginya biaya yang harus dikeluarkan penumpang dengan adanya kebijakan wajib tes rapid berbasis antigen. Armada hanya terisi sedikit setiap keberangkatan.

“Penumpang ada, tapi sedikit sekali. Awalnya kita berharap kondisi ini hanya berlangsung sampai Juni, namun sampai sekarang masih terjadi, pelaku usaha keteteran sekali,” ujarnya.

Menurut Eddy Dharma, kondisi ini membuat kendaraan yang dimiliki para pelaku usaha transportasi harus didiamkan. Selain tidak ada pendapatan, dengan diamnya kendaraan yang dimiliki menambah keterpurukan pelaku usaha transportasi. Sebab, kendaraan rentan rusak. Pelaku usaha pun harus melakukan perawatan ektra sehingga berdampak pada penambahan biaya. “Seminggu sekali itu mobil harus dihidupkan dan dijalankan, dan itu mengeluarkan biaya terutama bensin. Belum lagi jika ada kerusakan,” terangnya.

Penjualan kendaraan Eddy juga berusaha dilakukan oleh pengusaha transportasi, namun ini dikatakan tantangan yang sulit. Selain sulitnya menjual kendaraan dalam situasi saat ini, kendaraan yang dimiliki juga ditawar murah.

Disinggung soal upaya yang dilakukan para pengusaha untuk tetap bertahan, Eddy mengatakan tidak sedikit pelaku usaha transportasi yang beralih ke profesi. Mulai dari membuka usaha lain, menjual bermacam kuliner, hingga bertani.

Pihaknya pun sangat berharap Bali segera pulih. Untuk itu, dia mengajak semua pihak bergotong royong untuk memerangi Covid-19 dengan menaati imbauan pemerintah dalam menaati protokol kesehatan khususnya 3M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak). “Saat ini kita memang tidak bisa hanya memikirkan bisnis semata, namun juga kesehatan. Kedua ini harus sama-sama dipikirkan dan berharap kondisi ini segera pulih seperti sedia kala,” imbuhnya. *wid