Denpasar (bisnisbali.com) –Kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang kini sudah masuk minggu kedua akan memberi dampak positif terhadap perekonomian. “PPKM itu kan sebenarnya merupakan turunan dari Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB),” kata praktisi ekonomi dari Unhi, Putu Krisna Adwitya Sanjaya, S.E., M.Si., di Denpasar, Minggu (17/1) kemarin.
Ia menilai, keputusan PPKM cukup tepat dari sekian skenario yang ada meskipun dengan adanya PPKM tersebut pertumbuhan ekonomi diprediksi akan kembali mengalami resesi di kisaran minus 0 – 0,5 persen. Di sisi lain, jika pemerintah bersikukuh tidak melakukan PPKM atau PSBB dan terjadi lonjakan kasus yang tinggi maka pertumbuhan ekonomi nasional barangkali akan terkontraksi lebih dalam hingga minus kisaran 2,5 persen hingga minus 3 persen.
“Pengetatan sosial tersebut saat ini memang dibutuhkan sehingga dampaknya lebih menahan proses pemulihan yang sedang diupayakan oleh pemerintah,” ujarnya.
Menurutnya, implementasi PSBB sebelumnya memberi dampak ekonomi jangka panjang yang kompetitif. Sebagai contoh, pada Desember 2020, DMI sudah berada di level 51,3. Padahal bila melihat data pada November masih berkutat 50,6. Ia pun menilai, selain penanganan Covid-19 yang sistematis, stabilitas pasar juga ikut ditunjang faktor eksternal.
Beberapa faktor eksternal tersebut di antaranya adalah potensi pertumbuhan ekonomi Tiongkok tahun ini yang mencapai 7-9 persen. Adapun Amerika Serikat melalui Presiden terpilih, Joe Biden terus gencar memberikan stimulus fiskal.
Begitu pula bila merujuk pada proyeksi IMF, ekonomi Indonesia juga diperkirakan akan tumbuh 6 persen pada tahun ini. ”Kami rasa kinerja pasar tidak terlalu terpengaruh akibat pembatasan kegiatan masyarakat sepanjang 11 sampai 25 Januari 2021. Sebab, adanya pengecualian terhadap sektor esensial, belum lagi, faktor eksternal yang diberi free pass untuk tetap beroperasi penuh,” ucapnya. *dik