OJK dan BI Diharapkan Berikan ’’Bailout’’  

Pelaku usaha di Bali khususnya yang bergerak di sektor pariwisata mengalami imbas siginifikan terhadap kinerja perusahaan akibat pandemi Covid-19.

247
Ketua Umum BPD HIPMI Bali, Agus Pande Widura

Denpasar (bisnisbali.com) –Pelaku usaha di Bali khususnya yang bergerak di sektor pariwisata mengalami imbas siginifikan terhadap kinerja perusahaan akibat pandemi Covid-19. Kondisi ini membuat pelaku usaha di Bali susah melakukan top up utang kepada perbankan karena ada kekhawatiran dari industri jasa keuangan, pengusaha tidak mampu memenuhi kewajibannya.

Ketua Umum Badan Pengurus Daerah (BPD) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Bali, Agus Permana Widura, di Denpasar, Selasa (12/1) kemarin, berharap adanya perlakuan khusus terhadap pelaku usaha di Bali, terutama perhatian serius dari Bank Indonesia (BI) maupun Otoritas Jasa Keuangan (OJK). “Perlakuan khusus itu berupa bailout. OJK atau BI bisa memfasilitasi atau ada payung hukum agar perbankan bisa membantu pelaku usaha untuk top up utang melalui bailout,” katanya.

Menurutnya, bailout yang dimaksud yaitu adanya dana talangan bagi pengusaha yang mulai kesulitan modal. Banyak pengusaha saat ini terutama yang berkecimpung di sektor pariwisata susah tembus kredit perbankan.

Berdasarkan kondisi di lapangan, kata dia, secara detail utang pelaku usaha sudah melampui loan to value. “Katakan saja, loan to value itu 70-80 persen dari nilai aset. Ketika utang sisa 10 persen dan pengusaha berkeinginan top up ke perbankan, mengalami kesulitan dan tidak bisa. Sebab analisa perbankan tidak layak mendapatkan kredit karena berhubungan dengan pariwisata,” jelasnya.

Hipmi Bali melihat perbankan kurang bijaksana di tengah kondisi yang serba sulit saat ini. Sebab berbicara pariwisata, ada hotel dan restoran yang membutuhkan maintenance. Bila  dibiarkan berlarut-larut tentu properti dan aset pengusaha mengalami kerusakan. Karenanya, pelaku usaha perlu tambahan dana.

Keputusan perbankan tersebut dianggap sangat merugikan. Apabila OJK maupun BI tidak memberikan bantuan dipastikan akan banyak pengusaha di Bali yang menjual aset. Jika itu terjadi, ke depannya akan banyak pengusaha Bali sebagai penonton di daerah sendiri. *dik