Tabanan (bisnisbali.com) –Kenaikan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi oleh pemerintah per 1 Januari 2021, dinilai Ketua Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Tabanan, Ir. I Nengah Mawan, merupakan hal yang wajar. Meski begitu, seiring dengan lonjakan HET, pemerintah diminta untuk menjamin ketersediaan pupuk bersubsidi di pasaran.
“Saat ini kenaikan HET yang terjadi masih wajar dengan persentase lonjakan yang tidak signifikan dari harga sebelumnya, sehingga petani kemungkinan tidak akan mempermasalahkan. Namun dengan catatan ketersediaan pupuk bersubsidi ini terpenuhi dengan baik,” tutur Nengah Mawan, Jumat (8/1).
Menurutnya, kenaikan HET pupuk bersubsidi ini masih bisa dijangkau oleh petani dan merupakan kebijakan yang lebih baik bagi petani dibandingkan bila kondisi pupuk bersubsidi ini mengalami kelangkaan. Sebab jika bercermin dari tahun lalu dengan kondisi kelangkaan pupuk bersubsidi yang terjadi, khususnya pada musim tanam jelang akhir tahun telah membuat sejumlah petani terpaksa harus membeli pupuk non subsidi yang harganya jauh lebih mahal dari pupuk bersubsidi.
“Tahun lalu sejumlah petani di Tabanan dihadapkan dengan kelangkaan pupuk bersubsidi jenis NPK dan Urea. Saat itu banyak petani yang terpaksa beralih ke pupuk non subsidi,” tandasnya.
Menurut Perbekel Desa Gubug, Kecamatan Tabanan ini, perbandingan harga pupuk subsidi dan nonsubsidi ini cukup jauh. Contoh, pupuk jenis NPK nonsubsidi kemasan 25 kg Rp 180.000, sedangkan untuk jenis yang sama bersubsidi kemasan 50 kg hanya Rp 115.000. Dia pun berharap tahun ini seiring dengan kenaikan HET tidak ada lagi permasalahan kelangkaan pupuk bersubsidi, sehingga petani tidak perlu lagi mengeluarkan biaya mahal untuk membeli pupuk nonsubsidi.
Di sisi lain, kenaikan HET pupuk bersubsidi ini tidak serta merta akan berpengaruh pada ikut naiknya harga hasil produksi petani pada musim panen. Sebab, harga jual nanti cenderung akan dipengaruhi oleh mekanisme pasar, di mana ketika produksi melimpah pastinya akan berpengaruh pada harga jual padi yang cenderung stabil. “Saat ini harga panen gabah dalam bentuk gabah kering panen (GKP) di tingkat petani rata-rata stabil di kisaran Rp 4.300 per kg sampai Rp 4.700 per kg,” ujarnya.
Hal sama juga diungkapkan salah seorang petani, I Gusti Putu Subagia. Kata dia, tidak mempermasalahkan kenaikan HET pupuk bersubsidi, asalkan jatah pupuk bersubsidi yang diterima bisa tercukupi dengan baik. Sebab pengalamannya, jatah pupuk bersubsidi yang diterima petani ini makin sedikit, sehingga banyak petani justru kekurangan pasokan untuk kebutuhan budi daya.
“Saya tidak mempermasalahkan kenaikan HET. Sebenarnya yang jadi kendala adalah pasokan pupuk bersubsidi yang terus kekurangan selama ini,” kilahnya yang juga Ketua KTNA Kecamatan Kerambitan.*man