Naik, HET Pupuk Bersubsidi

Sejak 1 Januari 2021 Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi ditetapkan naik dari harga sebelumnya.

468
PADI - Petani di Tabanan saat melakukan pemupukan pada padi.

Tabanan (bisnisbali.com) – Sejak 1 Januari 2021 Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi ditetapkan naik dari harga sebelumnya. Kenaikan tersebut mengacu pada keputusan Permentan No. 49 tahun 2020 yang mengatur kenaikan harga pada empat komoditas pupuk bersubsidi.

Berdasarkan Permentan tersebut, empat komoditi pupuk bersubsidi yang mengalami kenaikan harga ini adalah pupuk Urea yang sebelumnya dibanderol Rp 1.800 per kg naik menjadi Rp 2.250 per kg atau Rp 112.500 per karung. Pupuk ZA naik dari Rp 1.400 per kg menjadi Rp 1.700 per kg atau Rp 85.000 per karung, pupuk SP-36 dari Rp 2.000 per kg naik menjadi Rp 2.400 per kg atau 120.000 per karung dan organik atau petroganik dari Rp 500 per kg naik menjadi Rp 800 per kg atau Rp 32.000 per karung. Sementara untuk  pupuk bersubsidi jenis Phonska atau NPK harganya masih tetap, yakni Rp 2.300 per kg atau Rp 115.000 per karung.

HET pupuk bersubsidi tersebut berlaku untuk pembelian oleh petani, peternak, pembudi daya ikan atau udang di penyalur lini IV (kios resmi) secara tunai dan diambil sendiri dalam kemasan. Pupuk dimaksud jenis ZA untuk pengambilan 50 kg, SP-36 pengambilan 50 kg, Phonska 50 kg, dan Petroganik pengambilan 40 kg.

Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Dinas Pertanian Tabanan, I Gusti Putu Wiadnyana, Kamis (7/1), mengungkapkan, kenaikan HET ini memang berpengaruh pada biaya produksi yang harus ditanggung petani dalam berproduksi mengalami peningkatan. Contohnya, pada penggunaan pupuk Urea bersubsidi ada kenaikan mencapai Rp 450 per kg dari sebelumnya, dan hal sama juga berlaku pada penggunaan jenis pupuk bersubsidi lainnya. Meski begitu, kenaikan HET tersebut tidak akan berdampak pada serapan atau pengajuan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (E-RDKK) untuk kebutuhan pupuk bersubsidi. Sebab, penyusunan E-RDKK sangat dipengaruhi oleh luas dan rekomendasi pemupukan yang masing-masing setiap kecamatan berbeda untuk semua jenis pupuk.

“Artinya, untuk semua rekomendasi pemupukan ini sudah dikunci penggunaannya oleh pemerintah pusat, sehingga petani tidak bisa menentukan berapa membeli pupuk bersubsidi ini karena ada pembatasan jumlah untuk per hektarnya,” tuturnya.

Wiadnyana memaklumi HET pupuk bersubsidi naik, karena sejak 2012 lalu belum pernah mengalami perubahan harga. Kenaikan HET tersebut akan dibarengi pengetatan pendistribusian dari tahun sebelumnya. Artinya, pupuk bersubsidi ini betul-betul sampai ke petani yang membutuhkan.

Terkait kenaikan HET pupuk bersubsidi ini pihaknya juga sudah mengumpulkan koordinator BPP, produsen dan distributor. Harapannya, petugas BPP ini akan menyampaikan kepada PPL dan lanjut menyampaikan ke para petani. Begitu pula dengan produsen yang menyampaikan perihal kenaikan HET pupuk ini ke pihak distributor, lanjut kemudian disampaikan ke pengecer dan ke petani.

“Kami sementara menggunakan dua jalur itu untuk menyampaikan ke petani, perihal kenaikan HET pupuk bersubsidi ini. Namun tidak menutup kemungkinan juga kami akan lakukan sosialisasi langsung ke petani nantinya,” tandasnya. *man