Gianyar (bisnisbali.com)-Adanya imbas pandemi Covid-19 dan perlambatan ekonomi akibat resesi ekonomi global bisa memicu terjadinya perselisihan, perbedaan pandangan atau sengketa antara bank perkreditan rakyat (BPR) dengan nasabah. Wakil Ketua DPD Perbarindo Bali, IDGM. Darmawijaya Selasa (29/12) bisa menyelesaikan sengketa dengan nasabah, BPR bisa menerapkan POJK No 61/POJK.07/2020.
Diungkapkannya, POJK No 61/POJK.07/2020 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan telah terbit tanggal 14 Desember 2020. “Di mana BPR sangat penting mempertimbangkan penerapan POJK 61,” ucapnya.
Penyelesaian pengaduan konsumen di sektor jasa keuangan oleh pelaku usaha jasa keuangan (PUJK) tidak selalu menghasilkan kesepakatan. Ini juga dapat mengakibatkan sengketa antara konsumen dengan PUJK.
Dalam kondisi tersebut dibutuhkan peran Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS) Sektor Jasa Keuangan. “LAPS ini juga diperlukan untuk memenuhi kebutuhan konsumen sektor jasa keuangan untuk menyelesaikan sengketa di luar pengadilan,” jelasnya.
Darmawijaya melihat LAPS ini hadir untuk menyempurnakan POJK No. 1/POJK.07/2014 tentang LAPS di sektor jasa keuangan. Dari alasan terakhir ini, artinya POJK mengenai LAPS sudah ada sejak 2014 tetapi dalam pelaksanaannya tidak maksimal dan oleh karenanya perlu disempurnakan. Hal yang mendasar mengapa POJK LAPS ini terbit, mengingat adanya UU no 21 tahun 2011 tentang OJK dan POJK No. 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.
Ia mengakui bukan berarti selama ini konsumen tidak terlindungi sehingga diperlukan POJK 61. Para pihak yang mengadakan perjanjian kerjasama berpotensi menjadi sumber masalah.
Ia menilai perlu adanya penerapan pasal dalam POJK LAPS yang terkait langsung dengan PUJK BPR. Selama ini, BPR memang belum maksimal memanfaatkan peran LAPS. “Ke depan langkah penyelesaian sengketa antara BPR dengan nasabah ini bisa sebagai salah satu langkah yang efektif,” tegasnya. *kup