Denpasar (bisnisbali.com) – Tingkat literasi dan inklusi keuangan masyarakat bisa dikatakan belum merata sampai saat ini. Padahal, literasi dan inklusi keuangan di masyarakat sangat penting di era digital saat ini dalam upaya meningkatkan pemahaman terkait jasa keuangan, mencegah rayuan investasi bodong, termasuk mendukung pertumbuhan ekonomi.
Pemerhati ekonomi, Kusumayani, M.M., di Renon, Minggu (27/12) kemarin, mengatakan, peningkatan inklusi dan literasi keuangan di Bali harus dilakukan bersama demi kesejahteraan masyarakat Pulau Dewata. Peningkatan itu diperlukan karena menyadari belum semua lapisan masyarakat mengenal, memahami maupun terlibat sebagai pengguna jasa bank dan atau lembaga keuangan formal lainnya.
“Tingkat literasi dan inklusi keuangan yang meningkat mendorong masyarakat dapat menentukan dan memanfaatkan produk layanan jasa keuangan. Ini juga akan mendorong kesejahteraan masyarakat.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso belum lama ini mengatakan, pengembangan ekonomi daerah salah satunya melalui peningkatan tingkat literasi dan inklusi keuangan daerah. “Kami mencatat, tingkat inklusi keuangan nasional dari survei OJK terakhir sudah berada di level 76,19 persen,” katanya.
Namun ia juga menyebutkan, tingkat inklusi keuangan belum merata, sebab akses keuangan di wilayah perkotaan 83,6 persen masih lebih tinggi daripada di wilayah pedesaan yang sebesar 68,5 persen. Oleh karena itu, peningkatan inklusi keuangan di daerah ini menjadi sangat relevan dalam pemulihan perekonomian mengingat inklusi dan literasi keuangan merupakan enabler untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kinerja pelaku usaha ultramikro dan UMKM, terutama yang sulit dijangkau.
“Kami meyakini dengan masyarakat semakin melek keuangan dan memiliki kemampuan pengelolaan keuangan, maka akan membantu masyarakat dan pelaku usaha terutama segmen UMKM dapat bertahan dalam menghadapi tekanan ekonomi di seperti di saat pandemi ini dan memungkinkan mereka untuk dapat lekas bangkit kembali,” paparnya. *dik