DESA Laba Sari, Dusun Merita, Karangasem, dikenal sebagai penghasil arak terbaik di Bali. Tradisi membuat arak di banjar itu sudah berlangsung turun-temurun sejak ratusan tahun lalu. Kini, arak tradisional Merita telah merambah hingga ke luar Bali. Masyarakat setempat juga meyakini tradisi pembuatan arak erat kaitannya dengan Ida Bhatara Arak Geni atau Dewa Arak Api.
Memasuki kawasan Banjar Merita, Desa Laba Sari, Kecamatan Abang, Karangasem, Bali, barisan pohon siwalan terhampar di sepanjang jalan. Pohon siwalan atau yang di Bali biasa disebut ental, menjadi pemandangan alam banjar yang dikenal sebagai pusat pembuatan arak itu. Tuak ental hasil sadapan dari pohon siwalan merupakan bahan baku untuk membuat arak.
Arak Merita, yang sering disebut arak Karangasem atau arak api itu terkenal hingga ke Denpasar, bahkan luar Bali. Arak api juga telah menjadi komoditas pariwisata. Bahkan sejumlah restoran dan hotel di Bali belakangan menyuguhkan arak sebagai koktail. Kepopuleran arak tradisional Merita pun mendorong industri minuman untuk memproduksi dan mengekspornya.
Menurut Perbekel Laba Sari, I Made Gentiana, S.H., tradisi pembuatan arak di Merita diperkirakan berlangsung sudah dari dulu dan keterampilan membuat arak warga setempat diwariskan secara turun-temurun dari nenek moyang mereka. “Keturunan keluarga pembuat arak terbiasa melihat kegiatan itu sehari-hari,” kata Gentiana.
Warga Banjar Merita membagi pekerjaan dalam proses pembuatan arak. Para pria bertugas memanjat pohon siwalan untuk menyadap tuak. Sedangkan perempuan mengerjakan proses pengolahan tuak menjadi arak.
Boleh dibilang, peralatan untuk proses pembuatan arak secara tradisional di rumah warga cukup sederhana yakni berupa panci, bambu, botol, dan tungku tanah liat yang menggunakan kayu bakar. Wadah dalam proses penyulingan arak adalah gentong tanah liat dan guci. Gentong untuk merebus tuak dan guci sebagai penampung uap hasil penyulingan.
Tuak yang direbus itu akan menguap. Uapnya mengalir ke dalam rongga bambu sepanjang sekitar 1 meter. Selanjutnya, tinggal menunggu proses alami selama 2,5 jam, arak akan menetes dari ujung rongga bambu yang sudah diikatkan botol untuk menampungnya. “Makin sedikit arak yang terkumpul, kualitas arak yang dihasilkan akan makin bagus. Itulah arak kualitas nomor satu,” ujarnya.
Untuk menghasilkan kualitas arak kelas 1, perbandingan tuak 5 liter setelah penyulingan menjadi sekitar 1,8 liter. Agar proses alami penyulingan selama 2,5 jam itu bisa menghasilkan arak bermutu, ada beberapa hal yang mesti diperhatikan. Saat merebus tuak, api dalam tungku harus dijaga, tidak boleh terlalu besar dan terlalu kecil. Para pembuat arak di Merita juga memiliki anggapan bahwa ukuran bambu penyulingan bisa menentukan kualitas arak yang dihasilkan. Bambu yang pendek, sekitar 1 meter, dianggap bisa menghasilkan arak dengan mutu terbaik. Sedangkan ukuran bambu yang lebih panjang akan menghasilkan arak kualitas nomor 2.
Selain itu, faktor cuaca mempengaruhi mutu arak. Pembuat arak di Merita meyakini September adalah bulan produksi tuak terbaik sebagai bahan baku arak karena musim kemarau. “Intinya, kalau hujan, tidak bisa mendapatkan tuak yang bagus, malah bisa kosong,” jelasnya.
Arak nomor 1 di Banjar Merita rata-rata mengandung alkohol 51,15 persen. “Sedangkan arak nomor dua mengandung alkohol sekitar 31,59 persen,” imbuhnya.
Walaupun memiliki kadar alkohol yang sangat keras, di atas 45 persen, arak nomor 1 terasa lembut saat ditelan. Sedangkan arak nomor 2 terasa agak kasar ketika melewati tenggorokan dan rasanya cukup hangat. Adapun arak nomor 3 agak hambar, beraroma tengik saat ditelan, dan muncul rasa kecut di lidah.
Arak berkualitas terbaik di Banjar Merita rata-rata dijual seharga Rp 30 ribu per botol.
Bagi warga Merita, selain untuk dijual, arak hasil produksinya itu biasanya mereka simpan di rumah. “Biasa untuk suguhan tamu kalau mau minum. Arak lebih enak dinikmati sedikit saja untuk sekadar menghangatkan tubuh. Arak menjadi teman untuk mengisi obrolan,” ucapnya.
Ditambahkannya, populsritas arak Bali terutama dari Karangasem belakangan ini kian meningkat, terutama untuk kebutuhan pariwisata. Dalam dunia pariwisata, arak sudah disuguhkan menjadi beberapa varian. Beberapa hotel dan restoran di Bali menyediakan arak sebagai koktail. “Namun saat ini arak secara kuantitas masih kalah bersaing dibanding minuman jenis vodka dan wiski,” tegasnya. *suk