Denpasar (bisnisbali.com) –Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Bali menilai ada dua tantangan ekonomi yang dihadapi Pulau Dewata yaitu jangka pendek dan panjang. Untuk itu, perlu beberapa upaya untuk mengatasi dua tantangan terkait penurunan kondisi ekonomi akibat pandemi Covid-19.
Kepala KPw BI Bali, Trisno Nugroho, di Denpasar, mengatakan, untuk mengatasi tantangan jangka pendek yaitu terkait penurunan kondisi ekonomi dampak pandemi Covid-19 dengan melakukan tiga hal. Pertama, dapat berfokus pada wisatawan domestik untuk mendorong kinerja pariwisata. “Sejalan dengan itu, kita perlu terus memperluas implementasi sertifikasi CHSE yang sudah dilakukan. Hal ini bertujuan untuk terus meningkatkan kepercayaan wisatawan untuk berwisata di Bali,” katanya.
Kedua, dengan belum pulihnya kondisi ekonomi yang membuat konsumsi masyarakat dan investasi tertahan, maka peran belanja fiskal pemerintah daerah menjadi sangat penting sebagai memberi stimulus kinerja ekonomi yang sedang menurun. Oleh karena itu, pemerintah daerah harus mengoptimalkan alokasi belanja daerah.
Ketiga, strategi untuk mengatasi tantangan di jangka pendek akibat dampak pandemi Covid-19 adalah pemulihan UMKM melalui korporatisasi, digitalisasi dan pembiayaan baik melalui bank, BPR, fintech peer to peer lending maupun pembiayaan lainnya. “Implementasinya antara lain dilakukan dengan gerakan bangga buatan Indonesia, mendorong UMKM dalam pemanfatan QRIS, serta mendorong pemanfaatan program PEN berupa restrukturisasi kredit, penjaminan kredit untuk pemulihan UMKM,” ujarnya.
Kemudian, dalam mengatasi tantangan jangka panjang, ada tiga hal yang juga bisa dilakukan. Pertama, mendorong sumber pertumbuhan ekonomi baru. Dampak dari pandemi Covid-19 semakin memberikan pembelajaran bahwa Bali sangat perlu melakukan diversifikasi sumber pertumbuhannya, tidak hanya bergantung pada pariwisata. “Salah satu sektor potensial adalah sektor pertanian. Bali memiliki banyak komoditas pertanian unggulan, termasuk kopi dan kakao,” ucapnya.
Untuk mendorong sektor pertanian tersebut, perlu diterapkan digitalisasi yaitu pengembangan sektor hulu melalui pemanfaatan internet of thing, maupun pengembangan hilir dengan mendorong pemanfaatan e-commerce. Kedua, mendorong quality tourism dengan perlu mengakselerasi pengembangan pariwisata Bali untuk health tourism, cruise tourism, serta MICE. Untuk itu, hal yang urgent dilakukan antara lain berkoordinasi dengan pemerintah pusat untuk pembangunan infrastruktur health tourism atau rumah sakit. Dalam hal ini, pemerintah daerah bisa berperan dalam mempercepat ketersediaan lahan untuk pembangunan infrastruktur tersebut.
Selanjutnya, berkoordinasi dengan BUMN khususnya Pelindo III, terutama dalam hal penyiapan atau sinkronisasi atraksi, DTW bagi penumpang kapal cruise di Pelabuhan Benoa dan Celukan Bawang. Kemudian, kata Trisno, menyusun standardisasi model penyelenggaraan MICE yang baru yang sesuai dengan protokol kesehatan. “Dalam hal ini, koordinasi dengan asosiasi MICE (BaliCEB) sangat perlu dilakukan,” terangnya.
Upaya ketiga jangka panjang yang dilakukan adalah dengan mendorong pembangunan atau pengembangan infrastruktur baik infrastruktur dasar maupun infrastruktur terkait pariwisata. Beberapa infrastruktur dasar yang krusial untuk dibangun yaitu Bandara Bali Utara, jalan tol penghubung Bali Selatan-Bali Utara, serta Angkutan Massal penghubung Bali Utara-Bali Selatan. “Semua hal ini penting untuk mendukung pengembangan pariwisata di Bali Utara,” jelas Trisno.*dik