Tabanan (bisnisbali.com) – Ekspor produk pertanian Bali masih terganjal masalah transportasi, khususnya penerbangan. Ketua Asosiasi Eksportir Manggis Bali Jero Putu Tesan mengatakan, penerbangan ke sejumlah negara tujuan ekspor masih belum dibuka. Sejumlah eksportir pun terpaksa menggunakan jalur alternatif lewat laut. Namun hal ini cukup berisiko karena akan menurunkan kualitas produk ketika sampai di negara tujuan.
“Selama pandemi Covid-19 permasalahan ekspor di Bali ini karena tidak adanya penerbangan pesawat ke luar negeri, khususnya ke negara tujuan Tiongkok yang selama ini sebagai buyer terbesar untuk komoditi manggis dari Bali,” kata Jero Tesan yang juga owner PT Radja Manggis Sejati, Rabu (25/11) kemarin.
Menurutnya, sebelum pandemi Covid-19 Bali memiliki keunggulan selain sebagai pemasok komoditi ekspor salah satunya manggis, pulau dewata ini juga memiliki jalur penerbangan langsung ke banyak negara. Hal itu membuat Bali menjadi pintu keluar baik itu manggis dari Lombok, maupun manggis dari Banyuwangi. Namun kini, penerbangan langsung khususnya ke Tiongkok tidak ada, sehingga sejumlah eksportir memilih memanfaatkan jalur alternatif lewat laut.
Dengan menggunakan jalur laut, dari sisi kualitas produk sangat signifikan berkurang. Sebab, 5 jam perjalanan dari Bali ke Tiongkok dengan pesawat, dibandingkan dengan 12 hari lama perjalanan dari Jakarta ke Tiongkok belum lagi mobilitas dari Bali ke Jakarta dengan jalur laut,akan sangat berpengaruh pada kualitas barang ketika sampai di tujuan.
Dijelaskannya lebih lanjut, produksi manggis di Bali akan mengalami peningkatan seiring dengan musim panen yang terjadi mulai Desember atau pada akhir tahun nanti. Di sisi lain, pada periode yang sama hingga Februari 2020, permintaan pasar ekspor ke Tiongkok untuk manggis sangat tinggi lantaran ada hari raya di negara tirai bambu tersebut.
“Setiap tahun produksi manggis di Bali ini masih berada di kisaran 4.000-5.000 ton. Jumlahnya cukup tinggi, namun pemasaran produk ini terkendala karena penerbangan untuk menembus pasar ekspor,” tandasnya.
Terkait kendala penerbangan, ia sudah sempat menyampaikan ke Pemerintah Tiongkok melalui Konsulat yang ada di Bali bahwa Bali aman dikunjungi. Hasilnya, ada jawaban notifikasi dari Pemerintah Tiongkok melalui Konsulat di Bali yang menyatakan siap membantu memecahkan masalah ekspor, yakni melalui pesawat charter flight yang membawa produk ekspor dari Tiongkok saat berangkat ke Bali. Artinya, pemerintah Tiongkok memberikan peluang bagi pelaku ekspor di Bali untuk mengisi pesawat tersebut dengan produk ekspor ke Tiongkok.
“Sehingga pesawat Tiongkok tersebut saat ke Bali membawa produk ekspor. Sedangkan saat penerbangan kembali ke Tiongkok juga membawa produk impor yang dibeli dari Bali,” tandasnya.
Terkait hal tersebut, pihaknya sedang mendata jumlah eksportir di Bali untuk bisa mengisi kuota mencapai 70 ton yang diangkut oleh pesawat tersebut dengan tujuan ke Tiongkok. Nantinya, masing-masing eksportir di Bali produknya akan digabung dengan tujuan ekspor ke Tiongkok, sehingga kuota tersebut terpenuhi. *man