Tabanan (bisnisbali.com) –Harga telur ayam di tingkat peternak kini melonjak Rp 1.200 per butir atau naik Rp 50 per butir dibanding harga sebelumnya. Meski begitu, sejumlah peternak ayam petelur di Kabupaten Tabanan malah tak bisa memanfaatkan momen tersebut dengan meningkatkan populasi sekaligus produksi.
Seorang peternak ayam petelur, Darma Susila, di Desa Buruan, Tabanan, mengungkapkan harga umum telur di tingkat peternak berada di kisaran Rp 1.130 hingga Rp 1.150 per butir. Harga tersebut naik Rp 50 per butir atau menjadi Rp 1.200 per butir. Kenaikan harga telur ini dibarengi lonjakan sejumlah komponen lain yang berdampak pada naiknya biaya produksi yang ditanggung peternak saat ini. “Harga baru naik Rp 50 per butir, namun biaya produksi juga ikut naik sehingga peternak makin sulit menjaga cash flow usaha saat ini,” tuturnya, Minggu (8/11) kemarin.
Disebutkannya, saat ini biaya produksi yang naik di antaranya harga DOC, bahkan sangat susah mendapatkan. Selain itu, kenaikan biaya juga disumbang dari pullet dan harga pakan baik lokal maupun pabrikan yang naik per sak. Komponen lokal ini disumbang salah satunya dari lonjakan harga jagung yang naik Rp 200 per kg dari Rp 4.300 per kg sebelumnya, harga pakan pabrikan (konsentrat ) naik Rp 25.000 per sak dari kisaran harga sebelumnya antara Rp 365.000 hingga Rp 375.000 per sak (per sak isi 50 kg).
Darma menjelaskan, kenaikan biaya produksi ini makin menyusahkan peternak, karena kini pihak pabrikan memberlakukan perubahan pola pembayaran atau pembelian yang harus dibayar di muka. Artinya, siapa saja peternak yang bisa melakukan pembayaran di muka, maka itu yang akan diprioritaskan oleh pihak pabrikan. Kondisi tersebut berbeda dibanding sebelumnya yang mana peternak dimungkinkan melakukan pembayaran di belakang setelah melakukan pemesanan barang.
“Walau peternak sudah melakukan order pembelian, karena tidak melakukan pembayaran di muka, tidak dilayani. Itu saya alami saat ini, saat mengkonfirmasi pengiriman barang yang sudah dipesan. Ternyata pihak pabrikan mengungkapkan barang tersebut diambil oleh marketing lain untuk customer lain,” keluhnya.
Diakuinya, saat ini harga telur ayam di tingkat peternak sebenarnya sudah berada di atas BEP yang mencapai Rp 1.100 per butir. Namun, harga ini belum menguntungkan peternak mengingat perhitungan BEP harus ada selisih Rp 200 per butir dari harga jual. Selisih harga tersebut untuk menutupi risiko kematian populasi, nilai dan penyusutan investasi usaha.
Menurut Darma, jika harga telur ayam di tingkat peternak berada di level Rp 1.300 per butir, baru bisa menguntungkan usaha di sektor peternakan ayam petelur. “Dengan BEP berada Rp 1.100 per butir, agar peternak untung harga jual telur harus berada di kisaran Rp 1.300 per butir,” kilahnya.
Kondisi itu membuat peternak ayam petelur tidak berdaya untuk menjaga populasi isian kandang atau produksi, meski sebelumnya telah mengalami penurunan sebagai dampak turunnya serapan pasar saat ini. Sebab, peternak yang bisanya melakukan peremajaan populasi rutin setiap dua bulan sekali, kini jadi terhambat lantaran susahnya mendapat DOC dan pullet. Hal ini sekaligus memberi andil pada naiknya harga telur lantaran sebagian besar peternak kesulitan menjaga kestabilan produksi.
“Kemungkinan harga telur akan terus bergerak naik hingga akhir tahun nanti, namun kisarannya tidak akan menembus Rp 1.300 per butir meski ada peluang terjadi lonjakan serapan pasar dari momen Natal dan Tahun Baru,” tandasnya. *man