SEMPAT cukup lama mengalami penurunan harga seiring menurunnya permintaan pasar di tengah pandemi Covid-19, sepekan terakhir harga sejumlah produksi pertanian khususnya sayur mulai membaik di pasaran. Namun ironisnya, kondisi tersebut tak serta merta disambut suka cita oleh petani. Bahkan, sejumlah petani malah enggan kembali berproduksi setelah sempat menghentikan produksi karena menanggung rugi.
Seorang petani sayur di Baturiti, Wayan Mustika, Senin (26/10) kemarin, mengungkapkan, belakangan ini harga sayur mulai meningkat setelah cukup lama berada di kisaran yang murah dan bahkan anjlok karena tidak ada permintaan pasar. Meski begitu, pihaknya belum ada rencana untuk melakukan penanaman kembali pascamenghentikan produksi dengan luasan lahan mencapai 1 hektar. “Sudah dua bulan ini tidak tanam lagi. Termasuk saat ini dengan mulai membaiknya harga, saya belum berpikiran untuk menanam lagi. Karena takut tidak ada yang beli atau harganya murah lagi nantinya,” tuturnya.
Menurut Mustika, selama pandemi, pihaknya telah mengalami kerugian hingga Rp 10 juta. Hal ini membuatnya terpaksa memilih menghentikan produksi. Dia mengaku lebih memilih tidak menanam sayur sampai pariwisata Bali membaik dari pandemi Covid-19. Hal senada diungkapkan petani sayur di Desa Candi Kuning, Wayan Ada. Kata dia, harga sayur di tingkat petani naik khususnya berlaku pada sayur dengan serapan hotel dan restoran. Lonjakan dipicu oleh minimnya produksi sayur kualitas hotel dan restoran di tingkat petani setelah banyak yang beralih menanam sayur lokal karena pertimbangan serapan pasar lebih laku di pasaran saat ini.
Saat ini harga sayur yang mengalami lonjakan di antaranya, sayur parsley, selada keriting, dan selada bulat. “Saat ini untuk harga selada keriting sudah naik ke Rp 20.000 per kg dari sebelumnya yang sempat anjlok karena tidak ada yang beli. Sedangkan untuk selada bulat sudah naik ke harga Rp 10.000 per kg,” tandasnya.
Menurutnya, lonjakan harga sayur kualitas hotel ini sudah terjadi sejak seminggu terakhir dan dipicu oleh kalangan hotel dan restoran yang sudah mulai beroperasi. Meski naik, pihaknya belum berencana untuk kembali beralih menanam sayur kualitas hotel karena melihat serapan kalangan hotel dan restoran yang ada saat ini belum bisa menjamin stabilnya harga sayur.
“Semasih pandemi Covid-19 ini berlangsung, saya lebih memilih menanam sayur untuk kebutuhan pasar tradisional. Sebab, kunjungan wisatawan ke Bali juga tidak banyak, bahkan hanya tamu lokal saja, sehingga kemungkinan serapan hotel dan restoran ini tidak akan meningkat signifikan nantinya,” jelasnya. *man