Tabanan (bisnisbali.com) –Pada Januari 2020 hingga 14 Oktober serapan program kredit usaha rakyat (KUR) dan kredit super mikro oleh bank penyalur di Kabupaten Tabanan total mencapai Rp 500.114.687.752. Dari realisasi program yang bersuku bunga 6 persen ini, serapan ke sektor perdagangan besar dan eceran ini mendominasi, itu tercermin dari serapan yang mencapai Rp 167.988.496.512 pada periode yang sama.
TPID Kabupaten Tabanan mencatat data penyaluran KUR mengantongi total 780 debitur dengan total nominal mencapai Rp 500.114.687.752 selama Januari-Oktober 2020. Total realisasi KUR tersebut terserap ke sebelas sektor usaha. Diantaranya, sektor perdagangan besar dan eceran yang sekaligus mendominasi serapan KUR di Tabanan dengan total 3.153 debitur. Selanjutnya, serapan KUR juga terserap ke sektor pertanian, pemburuan dan kehutanan mencapai Rp 148.229.800.000 dengan jumlah 3.896 debitur, Industri pengolahan Rp 94.107.041.040 dengan 2,114 debitur, kemasyarakatan, sosial budaya, hiburan dan perorangan lainnya mencapai Rp 43.558.350.200 dengan 780 debitur, dan lanjut serapan KUR ke sektor perikanan Rp 2.971.000.000 dengan 57 debitur.
Kepala Bagian Ekonomi Setda Kabupaten Tabanan yang juga Sekretaris TPID Kabupaten Tabanan I Gusti Putu Ekayana, di Tabanan, Rabu (14/10) kemarin, mengungkapkan, hingga saat ini serapan KUR dan kredit super mikro ke sektor perdagangan besar dan eceran ini memang masih mendominasi. Sementara untuk serapan ke sektor pertanian masih rendah, meski fokus penyaluran KUR adalah di sektor produksi terlebih lagi di tengah kondisi pandemi yang juga dikaitkan dengan ketahanan pangan.
Asumsinya, rendahnya serapan KUR pada sektor pertanian ini dipicu oleh masih adanya produksi di sektor tersebut dan komoditasnya laku dipasaran saat ini.“Karena sektor pertanian ini masih bisa berproduksi di tengah pandemi Covid-19 yang kemungkinan terjadi perputaran keuangan untuk kontinuitas dari modal sendiri, sehingga sektor ini tidak banyak menyerap program KUR. Selain itu ada kemungkinan petani cenderung masih bertahan dengan modal sendiri, sehingga tidak dibebani oleh kewajiban membayar kredit,” tuturnya.
Menurut Ekayana, kondisi tersebut berbeda dengan sektor perdagangan besar dan eceran yang menyerap KUR dalam jumlah besar saat ini. Hal itu terjadi karena sektor perdagangan bukan merupakan sektor penghasil atau produksi, melainkan mengambil bahan baku dari produsen (petani) kemudian diolah untuk dijadikan komoditas lain bernilai jual. Bercermin dari hal itu, sektor perdagangan membutuhkan modal lebih besar untuk kontinuitas usaha. “Di sisi lain, pasar pun terbuka untuk membeli produk olahan dari pertanian di tengah pandemi Covid-19, khususnya untuk kebutuhan konsumsi,” ujarnya.
Sementara itu, jika dilihat dari realisasi KUR dan kredit super mikro selama tahun 2020 menunjukkan angka perkembangan fluktuatif. Itu tercermin dari serapan Januari 2020 lalu yang total realisasi KUR yang disalurkan oleh bank penyalur di Tabanan mencapai Rp 86.421.350.200 dengan 1.827 debitur, lanjut Februari total penyaluran KUR meningkat menjadi Rp 93.381.600.000 dengan 1.703 debitur. Kemudian Maret yang juga merupakan awal pandemi Covid-19 penyaluran KUR di Tabanan mengalami peurunan menjadi Rp 69.313.091.640 dengan 1.387 debitur, April penurunan serapan KUR berlanjut dengan hanya mencapai Rp 13.751.865.912 dengan 293 debitur, Mei serapan hanya mencapai Rp 9.128.200.000 dengan 214 debitur.
Sementara pada Juni 2020 serapan KUR mengalami lonjakan mencapai Rp 32.006.800.000 dengan 856 debitur, Juli Rp 54.336.800.000 dengan 1.071 debitur, Agustus Rp 64.151.580.000 dengan 1.287 debitur, September Rp 59.593.650.000 dengan 1.582 debitur, dan Oktober Rp 18.029.750.000 dengan 489 debitur. *man