Denpasar (bisnisbali.com) –Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Bali mencatat uang yang diedarkan di Pulau Dewata sampai dengan September 2020 mencapai Rp9,7 triliun atau 61 % dari yang diproyeksikan yaitu sebesar Rp15,9 triliun.
“Kondisi uang yang beredar di Bali ini apabila dibandingkan dengan periode yang sama, Januari – September tahun 2019, uang yang diedarkan adalah sebesar Rp 14,8 triliun. Dengan demikian kondisi turun sebesar 35% atau turun sebesar Rp5,2 triliun,” kata Kepala Perwakilan BI Bali, Trisno Nugroho di Renon, Rabu (7/10).
Sementara itu jumlah uang yang diserap BI dari masyarakat sampai dengan September 2020 tercatat sebesar Rp12,3 triliun atau mencapai 73% dari proyeksi Rp17 triliun. Melihat data tersebut, Trisno menerangkan bila dibandingkan dengan periode yang sama, Januari – September 2019, uang yang diserap BI dari masyarakat mencapai Rp16,8 triliun. Dengan demikian turun sebesar 27% atau turun Rp4,5 triliun.
“Sebaliknya dengan QRIS, uang elektronik dan mobil banking semakin meningkat di masa pandemi ini. Dengan adanya stay at home dan WFH, dan milenial di Bali cukup banyak mereka menyukai dengan pembayaran menggunakan nontunai,” paparnya.
Oleh karenanya KPw BI Bali terus mendorong penggunaan transaksi nontunai di masyarakat melalui digital QR Indonesian Standard (QRIS) dalam upaya meminimalisir penyebaran virus corona melalui uang tunai. Tidak hanya itu, BI Bali juga melakukan karantina uang selama 14 hari agar uang yang beredar steril.
BI melakukan langkah-langkah untuk memperkecil kemungkinan uang rupiah yang didistribusikan membawa penularan virus yaitu melalui pengolahan khusus seperti melalukan karantina uang selama 14 hari terhadap setoran uang yang diterima dari perbankan/PJPUR. Tidak berhenti di situ, proses karantina dilanjutkan dengan proses penyemprotan disinfektan sebelum dilakulan pengolahan dan didistribusikan kembali ke masyarakat.
“BI juga memperkuat higeinitas dari SDM dan perangkat yang digunakan dalam pengolahan uang rupiah. Terakhir melakukan koordinasi dengan perbankan/PJPUR untuk menerapkan pengolahan uang rupiah yang memperhatikan aspek K3 (keamanan, kesehatan dan keselamatan kerja) baik dari sisi SDM maupun perangkat pengolahan rupiah,” katanya.
Seberapa besar penyebaran covid-19 dari uang tunai?. Trisno menerangkan penyebaran pandemi berasal dari droplet yang bisa menempel dipermukaan benda termasuk uang dan dapat bertahan pada selama berhari-hari. Menurut WHO, penyebaran melalui uang tunai sangat mungkin terjadi karena uang tunai dengan cepat berpindah dari satu orang ke orang lain sehubungan dengan transaksi yang dilakukan.
Di tengah covid-19 masyarakat sebaiknya meminimalisir penggunaan uang tunai dan beralih ke nontunai terutama yang bersifat contactless. “Apabila bertransaksi dengan uang tunai sebaiknya tidak bersentuhan langsung dengan uang dan apabila bersentuhan harus segera mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir sesuai dengan protokol covid,” sarannya.
Trisno menilai kesadaran masyarakat akan pentingnya manfaat digitalisasi harus ditingkatkan. Digitalisasi tidak bisa dihindari di tengah era tatanan kehidupan baru saat ini setelah covid-19 menyebar.*dik