Profit Bukan Fokus Utama Selama Pandemi

USAHA bidang apa pun berusaha untuk tetap bertahan selama ujian pandemi Covid-19.

274
Ida Bagus Agung Bhawarta

USAHA bidang apa pun berusaha untuk tetap bertahan selama ujian pandemi Covid-19. Pandemi sudah mengubah pandangan pebisnis bahwa keuntungan bukan tujuan utama. Setidaknya, masih mampu kokoh berdiri sudah dianggap sebagai suatu keberhasilan.

Owner Coco Loco dan Bali Rice Straw Ida Bagus Agung Bhawarta mengatakan, bisnisnya mengalami kemunduran cukup signifikan, mencapai angka 70 persen. Perjalanan bisnisnya selama ini selalu beriringan dengan kemajuan sektor pariwisata di Bali, hingga pandemi menguji. Semua menjadi tidak terkontrol. Tidak adanya kesiapan apa pun dalam menghadapinya, membuat cara bertahan yang paling diperjuangkan. Agar tidak sampai terjadi penutupan atau kehilangan sumber penghasilan.

“Saat ini keuntungan nomor dua bagi saya. Yang utama saat ini adalah bagaimana saya mampu mensejahterakan karyawan. Sudah ada beberapa yang terpaksa dirumahkan. Sebisa mungkin jangan sampai kondisi memaksa hal tersebut terus terjadi. Bagaimanapun juga karyawan adalah salah satu yang membuat bisnis saya berkembang selama ini. Hati yang memilih untuk bicara sekarang, bagaimana hubungan manusia antar manusia terjalin,” ujar Bhawarta.

Usaha yang bergerak dalam bentuk kreativitas seni dan kelapa muda ini sudah memiliki customer sebanyak 395, yang mencakup hotel dan restoran di Bali. Sebelum pandemi, pihaknya per harinya mampu mensuplai 5.000 sampai 6.000 kelapa. Namun, saat ini mengalami penurunan, hanya di angka 400 sampai 500 kelapa per harinya.

“Latar belakang saya membuat kreativitas berupa kelapa dengan berisi logo hotel atau restoran karena pengalaman bekerja di bagian beverages di hotel. Dan sempat mengikuti berbagai ajang perlombaan dan sempat mendapat juara di internasional. Banyak yang men-support dan berkembang sampai sekarang. Kelapa muda yang digunakan didapatkan di Bali, tidak ada impor dari luar. Sehingga terbentuk perputaran ekonomi di Bali yang beriringan dengan industri pariwisata. Tetapi, karena kondisinya seperti ini, semua pihak harus bersabar,” imbuhnya.

Selain kelapa dengan logo, bentuk kreativitas yang selama ini dilakoni adalah rise straw atau sedotan yang dapat dimakan. Bahan dasarnya dari 70 persen beras dan 30 persen tapioka. Usaha ini sejalan untuk mendukung arahan dari Gubernur Bali untuk mengurangi sampah plastik.

Kerja sama dilakukan dengan pihak Korea yang kemudian membuat pabrik di Vietnam dan dialihkan menjadi distributor utama di Indonesia. Tujuan utamanya untuk menyelamatkan bumi dari pencemaran akibat limbah plastikq yang tidak terkontrol, terutama sangat berdampak pada ekosistem di laut. *git