Tabanan (bisnisbali.com) –Para petani di Kabupaten Tabanan berharap kalangan lembaga keuangan atau bank penyalur program pemerintah dalam bentuk kredit usaha rakyat (KUR) tak kaku dengan aturan dalam penyaluran kredit murah bersuku bunga 6 persen tersebut. Kini mendapatkan program KUR jadi harapan banyak petani guna menopang kontinuitas usaha di tengah turunnya harga dan serapan pasar pada saat musim panen.
Ketua Gapoktan Manggis Mundeh Sari, I Wayan Artika, di Desa Sanda, Kecamatan Pupuan Tabanan, Senin (28/9), mengungkapkan, hingga saat ini banyak petani belum bisa menikmati program KUR dari pemerintah. Sebab itu pula, belum lama ini pemerintah pusat melalui Direktur Pembiayaan Ditjen Sarana Prasarana Kementerian Pertanian bersama dinas terkait di kabupaten dan provinsi Bali, serta disaksikan salah satu anggota DPR RI sempat memediasi MOU antara sejumlah usaha di bidang pertanian dan bank penyalur KUR guna memberi kemudahan dalam realisasi bantuan permodalan tersebut.
“Kini, pascapenandatanganan MoU tersebut masih berproses. Namun kami berharap agar bantuan KUR bisa segera tersalurkan ke petani, terlebih lagi di tengah dampak pandemi Covid-19 ini,” tuturnya.
Direktur PT Bagus Segar Utama sekaligus eksportir manggis ini menjelaskan, penyebab utama minimnya serapan KUR ke petani ini karena ketika pemerintah menyalurkan kredit bantuan tersebut ke kalangan perbankan, maka pihak bank penyalur mempunyai aturan tersendiri menyangkut syarat penerima KUR. Syarat dari kalangan bank penyalur ini yang sering kali menjadi sandungan bagi petani dalam mengakses bantuan dari pemerintah, mengingat sebagian besar petani tidak bankable yang sekaligus itu jadi salah satu syarat utama diajukan oleh bank.
Selain itu, lanjutnya, syarat kecukupan nilai agunan yang harus dipenuhi petani untuk mendapat KUR yang harus mencapai 100 sampai 120 persen di atas dari jumlah pinjaman, kondisi tersebut juga menjadi sandungan sehingga membuat sejumlah petani ini malah enggan memanfaatkan KUR. Akibatnya, saat ini di kelompoknya dari total jumlah 250 anggota, hanya 10 persen saja yang sudah tersentuh KUR sedangkan sisanya lebih memilih memanfaatkan pinjaman dari koperasi kelompok.
“Padahal dengan jumlah anggota 250 orang, penguasaan luas lahan mencapai 400 hektar dan rata-rata produksi 600 ton manggis dengan pangsa pasar dalam negeri dan ekspor. Namun, tetap saja belum jadi pertimbangan bank penyalur KUR dalam penyaluran program tersebut,” keluhnya.
Sementara itu, saat ini dengan kondisi dampak pandemi Covid-19, bantuan penguatan modal dengan suku bunga yang ringan menjadi sangat dibutuhkan oleh kalangan petani untuk kelanjutan produksi, sekaligus guna ikut menopang pertumbuhan ekonomi nasional seiring dengan buah manggis yang juga merupakan komoditi ekspor.
Memang pemerintah sudah memberikan bantuan BLT karena terdampak Covid-19, namun bantuan tersebut hanya bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari. Sementara untuk perputaran usaha atau perawatan di on farm tidak bisa meng-cover dari bantuan BLT tersebut. Sebab asumsinya untuk usaha perkebunan manggis, biaya yang dibutuhkan mencapai Rp 10 jutaan per hektar per tahun. Biaya tersebut untuk kebutuhan pemupukan, untuk pembersihan kebun dan pemeliharaan lainnya.*man