Denpasar (bisnisbali.com) –Pemerhati ekonomi dari Universitas Udayana, Prof. Dr. I Wayan Ramantha, M.M., menilai, pada triwulan III/2020 ini menaruh harapan ada sedikit perbaikan atau pengurangan kontraksi ekonomi sejalan dengan program new normal atau Bali tatanan era baru.
“Namun perbaikan itu belum signifikan karena pariwisata yang menjadi penggerak ekonomi Bali masih pada posisi minus besar,” katanya di Renon, Rabu (9/9).
Menurut Guru Besar Fakultas Ekonomi Unud ini, kalaupun wisatawan lokal mulai ada itu karena harga promo, sekadar bisa mempekerjakan karyawan bergilir, sehingga daya beli masyarakat masih stagnan.
Sementara berbagai stimulus yang diberikan pemerintah selama ini, kata dia, itu hanya sifat jangka pendek. Tentu, bantuan pemerintah sangat bermanfaat tetapi hanya sebagai perangsang dan menghindari krisis. “Kalau stimulus dikatakan sebagai alat pemulihan pertumbuhan ekonomi, kita tidak bisa hanya mengandalkan bantuan pemerintah saja,” ujarnya.
Untuk pemulihan ekonomi, diakui, sektor swasta memang harus bergerak. Hanya kendalanya, saat ini mungkin akan kontra produktif dengan kesehatan. “Buktinya data terkait covid-19 di Bali tercatat rekor terburuk (11 orang meninggal dalam sehari). Saat pembatasan skala wilayah dulu, sedikit yang meninggal,” paparnya.
Untuk itu keputusan strategis harus diambil oleh pemerintah antara ekonomi dan kesehatan yang saat ini masih berlawanan.
Sebelumnya praktisi ekonomi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Undiknas University, Dr. Agus Fredy Maradona menyatakan prediksi pemerintah memang pertumbuhan ekonomi di kuartal ketiga ini kisaran -2% sampai dengan 0%.
“Jadi sebagus-bagusnya kondisi perekonomian di kuartal ketiga ini, masih sangat sulit untuk mencatatkan pertumbuhan positif,” katanya.
Wakil Rektor IV ini mengatakan untuk menghindari skenario terburuk di kuartal ketiga ini, semua pihak mesti berperan semaksimal mungkin, baik sektor swasta, pemerintah, maupun masyarakat (konsumen). Di kondisi saat ini, pemerintah bisa menjadi pemicu perbaikan kondisi ekonomi melalui belanja pemerintah. Artinya, pemerintah hendaknya mempercepat belanja barang.
Selama pandemi ini banyak belanja barang dan jasa yang tidak bisa dilaksanakan oleh pemerintah (misalnya perjalanan dinas, pertemuan, kegiatan-kegiatan seperti workshop dan semacamnya). “Oleh karena itu, mengingat sekarang sudah dimulai era new normal, sudah semestinya pemerintah tidak lagi menahan belanja barang dan jasa,” ujarnya.*dik