Mangupura (bisnisbali.com)-Turunnya serapan terhadap daging ayam di tengah pandemi Covid-19 membuat terjadinya over suplay sehingga harga ayam di tingkat peternak anjlok. Pengurangan produksi menjadi hal yang harus dilakukan, sehingga diharapkan adanya upaya duduk bersama antara peternak mandiri, peternak mitra, integrator dan steak holder lainnya untuk mengurangi produksi bersama-sama.
Mewakili Peternak Rakyat Bali, Ketut Yahya Kurniadi, saat ditemui di Dalung, Kamis (27/8) kemarin, mengatakan saat ini peternak mandiri telah melakukan pengurangan produksi, anjloknya harga serta sulitnya pasar menjadi alasan. Meski demikian, over suplay masih dikatakannya tetap terjadi, dikarenakan tidak semua mengurangi produksi.
“Saat ini daya serap menurun hingga 50 persen. Dari yang sebelumnya 200.000 ekor serapan per hari menjadi 100.000 ekor per hari. Namun produksi masih di angka 140.000 hingga 150.000 per hari, jadi surplus sekitar 40.000 hingga 50.000 per hari,” ujar pria yang juga menjabat sebagai Ketua Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) Broiler Bali.
Jika situasi ini terus berlanjut, lanjut Yahya, maka akan terjadi kuat-kuatan dan menurutnya peternak mandiri yang akan kalah dengan modal yang sedikit. “Kami berharap pemerintah ikut turun, produksi day old chicken (doc) ditata. Kita tidak ingin menang-menangan disini, yang penting sama-sama bisa bertahan dalam situasi seperti saat ini,” terangnya.
Demikian menurutnya, adanya Pergub Nomor 6 Tahun 2013 tentang Kemitraan Usaha Peternakan dan Pergub Nomor 99 Tahun 2019 tentang Pemasaran dan Pemanfaatan Produk Pertanian, Perikanan dan Industri Lokal Bali diharapkan mampu dipertajam baik dalam hal penerapan dan pengawasannya. Saat ini, daging yang masuk dari luar Bali pun diharapkan bisa dihentikan untuk sementara.
Disinggung soal harga, Yahya mengatakan, saat ini harga ayam di peternak mencapai Rp 8.000 hingga Rp 10.000 per kilogram. Sementara harga pokok produksi mencapai Rp 18.500 per kilogram. *wid