Mangupura (bisnisbali.com) –Panitia Kabupaten (Pansus) Ranperda tentang Rencana Detail Tata Ruang di Kecamatan Petang, Kabupaten Badung menggelar rapat perdana, Rabu (29/7). Rapat kerja yang digelar di Ruang Rapat Gosana II setempat ini membahas pengembangan agrotourism dan agro industri di Petang.
Rapat yang dipimpin oleh Ketua Pansus IGAA Inda Trimafo Yuddha, Wakil Ketua Pansus, I Nyoman Suka, Sekretaris Pansus I Gst Ngurah Lanang Umbara beserta anggota I Made Suryananda Pramana, I Wayan Sandra, I Nyoman Graha Wicaksana dihadiri oleh Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Badung, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Badung, Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Badung, Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Badung, Kepala Dinas Koperasi UKM dan Perdagangan Kabupaten Badung, Kepala Bagian Hukum dan HAM Setda Kabupaten Badung.
Dalam kesempatan itu, Inda Trimafo Yuddha mempertanyakan rancangan yang dibuat Dinas PUPR Kabupaten Badung dalam mengembangkan Badung Utara, Petang. Petang merupakan kawasan penyangga, sehingga dalam pengembangannya perlu perencanaan matang.
“Kami tidak ingin kita salah langkah dalam mengembangkan potensi yang ada di Petang. Sebab, dalam rancangan pengembangan agro industri dan agro wisata ada pembangunan akomodasi. Ini yang harus diperhatikan,” tegasnya.
Namun, pihaknya akan mendukung upaya pengembangan Petang sebagai upaya pemerataan ekonomi. Terlebih, Petang memiliki potensi yang belum tergarap maksimal, baik dari sisi sektor pariwisata maupun pertanian.
“Pada intinya kami sepakat rencana itu, asalkan diperhitungkan dengan matang tidak kebablasan, apalagi sampai menimbulkan kerusakan lingkungan,” katanya.
Wayan Sandra juga sependapat dengan program tersebut. Sebab, pengembangan Badung Utara, khususnya Petang dipandang penting untuk menghilangkan ketimpangan antara Badung Selatan dan Badung Utara.
“Perlu dipikirkan pembangunan hotel minimal bintang tiga, karena kabupaten lain seperti Gianyar banyak juga ada akomodasi di kawasan hulu, bahkan sempadan jurang. Di Gianyar boleh tapi di Badung diributkan sekali. Jadi kita harus memiliki target kapan akan terealisasi. Kita harus pikirkan kita mau apakan Petang,” terangnya.
Hal senada diungkapkan Graha Wicaksana. Politisi asal Kuta ini mengatakan Petang dikenal sebagai kawasan pertanian dan kawasan suci yang akan dikembangkan sebagai kawasan agrowisata dan agro industri.
“Sekarang ada keinginan mengubah (Petang-red) menjadi agrowisata dan pondok wisata. Saya sepakat tapi jangan sampai kebablasan, jadi dalam RDTR ini diberikan sanksi yang lebih jelas jika terjadi pelanggaran. Pembuatan pabrik juga harus dipikirkan apa tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan, seperti udara. Ada program Bupati soal techno park, kereta gantung apa sudah masuk di RDTR,” jelasnya.
I Nyoman Suka juga sependapat adanya pengembangan Petang sebagai kawasan agrowisata dan agro industri. “Saya mengapresiasi rencana tersebut. Inilah harapan kita di Petang dibuka sedikit saja jangan sampai kebablasan,” katanya.
Suryananda yang hadir dalam raker tersebut juga mengutarakan dukungan pengembangan Petang. Hanya sebelum melangkah pada pengembangan, perlu adanya pemetaan potensi dan perbaikan SDM, sehingga hasilnya maksimal.
Lanang Umbara juga menyampaikan pendapat serupa. Sebab, kondisi Petang saat ini pada posisi dilematis lantaran selain sebagai kawasan konservasi, penyedia air dan lainnya, Petang juga perlu mendapatkan sentuhan agar taraf hidup masyarakatnya berkembang. Namun, dalam pengembangan Petang perlu kehati-hatian.
“Potensi kami di Petang sudah jelas pertanian arti luas, agrowisata, agro industri, karena ini saling berkaitan. Namun, kalau sekarang petani di Badung gambling, dari menanam hujan-hujanan ketika panen dimainkan oknum tengkulak. Bahkan, 70 persen hasil pertanian dinikmati tengkulak, sehingga di Petang itu sangat kapok menjadi petani, padahal kita punya potensi,” terangnya.
Untuk itu, Lanang Umbara mendukung program pembangunan agrowisata dan agroindustri untuk memotong keberadaan tengkulak. “Kita harus membuka agroindustri untuk memotong rantai tengkulak ini, tapi industri tidak sekala besar, tidak merusak lingkungan,” pungkasnya. *adv