Denpasar (bisnisbali.com) –Pertumbuhan ekonomi yang turun minus berpeluang terjadinya pengangguran dan meningkatkan garis kemiskinan. Terkait hal itu, pemerhati ekonomi dan pembina wirausaha dari Fakultas Ekonomi Universitas Udayana, Sayu Ketut Sutrisna Dewi menerangkan, penyebaran virus corona (covid-19) ini telah menginfeksi jutaan orang di dunia. Pandemi ini juga berdampak terhadap kinerja perekonomian dan berpotensi menyebabkan resesi global.
“Pembatasan-pembatasan sosial akibat pandemi covid-19 mengakibatkan terhambatnya aktivitas kerja dan produksi ekonomi. Hal ini menyebabkan penurunan pertumbuhan ekonomi,” katanya di Renon, Selasa (21/7) kemarin.
Menurutnya, pada 2018 lalu, untuk kali pertama angka kemiskinan menyentuh satu digit yaitu 9,82 persen dalam sejarah Indonesia. Simulasi Bappenas menunjukkan, apabila pertumbuhan ekonomi turun menjadi nol persen, angka kemiskinan akan meningkat jadi 10,54 persen atau menyeret setidaknya 3,63 juta penduduk ke dalam kemiskinan.
“Angka tersebut akan menambah 24,79 juta orang miskin yang tercatat pada September 2019,” ujarnya.
Sutrisna Dewi mengungkapkan, Kementerian Keuangan telah merilis meskipun pertumbuhan ekonomi melambat, pemerintah masih optimis ekonomi Indonesia tumbuh positif di tengah covid-19. Ekonomi Indonesia pada 2020 diproyeksikan tumbuh 2,3 persen. Pada kuartal IV 2020 diharapkan bangkit kembali menjadi 2,4 pesren.
Pada skenario terburuk, jika ekonomi tumbuh hanya 1 persen, tingkat kemiskinan Indonesia mencapai 12,37 persen. Angka ini meningkat dari 2019 yang memiliki tingkat kemiskinan satu digit. Hal ini tentu saja menyulitkan perjuangan pemerintah untuk mengurangi angka kemiskinan dalam satu dekade terakhir.
Mengutip Badan Pusat Statistik (BPS), ia mengatakan, ada tiga faktor yang menjadi pengendali tingkat kemiskinan penduduk Indonesia di tengah wabah virus corona, yaitu tingkat inflasi, pertumbuhan ekonomi, serta ketepatan dan kecepatan penyaluran bantuan sosial (bansos).
“Ketepatan dan kecepatan penyaluran bansos ini akan berpengaruh pada distribusi pendapatan, sehingga akan berpengaruh pada naik atau tidaknya kemiskinan dan pengangguran,” jelasnya.
Untuk mengatasi hal ini pemerintah perlu segera melakukan update data penduduk miskin dan rentan miskin yang layak memperoleh bantuan sosial, meningkatkan anggaran bantuan sosial, memperluas program perlindungan sosial, menurunkan pengeluaran masyarakat dengan menurunkan biaya-biaya yang dapat dikontrol oleh pemerintah (seperti BBM, elpiji dan pajak), meningkatkan insentif di bidang-bidang tertentu seperti pertanian, peternakan dan perikanan, serta mendorong daya kreasi masyarakat untuk menemukan peluang-peluang usaha baru.
Ia pun menilai, semangat berwirausaha perlu digelorakan agar masyarakat jeli melihat dan memanfaatkan peluang, berani membuka usaha sendiri, proaktif berjuang dan tidak hanya menunggu uluran tangan pemerintah, menghilangkan gengsi, dan mampu menjaga cash flow-nya. *dik